Senin, 12 Januari 2015

KARYA TULIS SEDERHANA TENTANG PENGARUH TEMAN DAN KELUARGA TERHADAP KEPRIBADIAN SISWA/ANAK



PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA DAN  PERGAULAN TERHADAP KEPRIBADIAN
SISWA-SISWI SMP NEGERI 20 MALANG
Disusun untuk Melengkapi Tugas Bahasa Indonesia sebagai Syarat Mengikuti Ujian Nasional (UN)


Disusun Oleh : Siswa 9G
1.    Amalia Salsabila       (06)
2.    Ilham Sangatri           (10)
3.    Farid Harnanto          (20)
4.    Edo Prastian Deva     (27)
5.    Augista Putri Leony  (30)
6.    Adinda Yunita Putri  (31)

Pemerintah Kota Malang
Dinas Pendidikan
SMP NEGERI 20 
JL.R.T. Suryo no 38, telp (0341)491806 MALANG
Email : smpn20_malang@yahoo.com

TAHUN PELAJARAN 2014-2015





 LEMBAR PENGESAHAN

   Karya tulis yang berjudul “Pengaruh Lingkungan Keluarga dan Pergaulan Terhadap Kepribadian Siswa-Siswi SMP Negeri 20 Malang” ini telah disetujui pada
tanggal 5 Januari Tahun 2015

















Disetujui Oleh :




Kepala SMP Negeri 20 Malang                                            Guru Pembimbing





Dra. Tutut Sri Wahyuni,M.M.Pd                                         Wahyuningdyah,S.Pd
NIP. 196410051989032009                                                 NIP. 196007171981112003









KATA PENGANTAR

     Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah swt Penulis dapat
menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Pengaruh Lingkungan dan Pergaulan terhadap Kepribadian Siswa-Siswi SMP Negeri 20 Malang”
      Adapun maksud dari penyusunan karya tulis ini adalah untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Nasioanl Bahasa Indonesia.
     Dalam menulis karya tulis ini, Penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui pengantar ini Penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan oleh:
1.      Ibu Tutut Sri Wahyuni selaku ibu kepala SMP Negeri 20 Malang yang telah mendukung dan mengizinkan dalam pembuatan karya tulis ini.
2.       Ibu Wahyuningdyah selaku guru pembimbing dan wali kelas yang telah memberikan bimbingan sehingga Penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
3.      Teman-teman khususnya kelas 9G yang telah memberikan semangat dan dukungan sehingga Penulis dapat memperoleh inspirasi, pengetahuan, dan motivasi dalam penyelesaian karya tulis ini.
4.      Orang tua yang telah memberikan semangat, pengertian, dorongan, moril, maupun material kepada Penulis .
5.      Pihak-pihak yang tidak sempat Penulis sebutkan,  yang telah membantu dalam segala hal sehingga terselesaikan karya tulis ini.
     Karena terbatasnya pengetahuan dan kemampuan yang Penulis miliki, maka Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat kesalahan, baik dalam kata, penulisan, maupun isi serta pembahasan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan demi perbaikan penyusunan karya tulis berikutnya yang lain.
     Akhir kata, Penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi Penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Malang, Desember 2014


                                                                                 Penulis


ABSTRAKSI
     Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul serta tinggal dalam suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Perhatian dalam keluarga merupakan peningkatan dari keaktifan dari seluruh jiwa dan raga yang ditujukan kepada anak dan yang dilakukaan oleh kedua orang tua, sedangkan teman adalah seseorang yang dapat memahami perasaan tanpa di ucapkan, seseorang yang dekat denganmu, seseorang yang dapat mengerti keadaanmu, dan seseorang yang membuatmu merasa bahagia dan nyaman. Pergaulaan antar teman sebaya yang biasa kita jumpai merupakan suatu tempat untuk memperoleh informasi yang mungkin tidak pernah kita dapatkan bersama keluarga, pergaulan dapat diartikan pula sebagai tempat berlabuh kita yang kedua setelah keluarga di rumah.












































DAFTAR ISI
1.      Sampul (cover) ..............................................................................................
2.      Halaman Depan ............................................................................................. i
3.      Lembar Pengesahan .......................................................................................ii
4.      Kata Pengantar ..............................................................................................iii
5.      Abstrak ..........................................................................................................iv
6.      Motto .............................................................................................................v
7.      Daftar Isi .......................................................................................................vi
8.      Bab 1 (pendahuluan) .....................................................................................1-2
9.      Bab II (Isi)                                                                                                      
2.1  Keluarga ............................................................................................................ 3-11
2.2  Teman ................................................................................................................11-12
2.3  Peran keluarga ...................................................................................................12-16
2.4  Peran Teman ......................................................................................................16-21
2.5  Pengaruh Keluarga .............................................................................................21-22
2.6  Penagruh Teman ................................................................................................22-24
10. Bab III (Penutup)             ..............................................................................................25
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
11. Daftar Pustaka ...................................................................................................26
12. Daftar Rujukan ..................................................................................................27
13. Lampiran
a. Angket yang belum diisi                          
b. Aangket yang Sudah diisi
c. Hasil Angket
d. Foto-foto
e. Data Penulis








BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal dalam di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan yang saling ketergantungan.
Ayah sebagai suami dari istri serta ayah dari anak-anaknya, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, serta pelindung dan pemberi rasa aman. Ibu merupakan orang yang dekat batinnya dengan anak-anaknya. Sebagai seorang ibu tentunya ibu memiliki peranan untuk mengurus rumah tangganya, sebagai pengasuh dan pendidik dari anak-anaknya, serta sebagai pencari nafkah tambahan setelah ayah.
Remaja merupakan generasi penerus yang akan membangun bangsa ke arah yang lebih baik yang memiliki pemikiran jauh kedepan dan kegiatan yang dapat menguntungkan diri sendiri, dan lingkungan sekitarnya.
Banyak diantara kita yang membaca di media massa tentang adanya remaja yang berprestasi, namun juga ada remaja yang melakukan kegiatan yang merugikan dirinya sendiri, keluarga, serta masyarakat sekitarnya.
Remaja sebagai manusia yang sedang tumbuh dan berkembang terus melakukan interaksi sosial baik antara remaja maupun terhadap lingkungan lainnya. Melalui proses adaptasi, remaja mendapatkan pengakuan sebagai anggota kelompok baru yang ada dalam lingkungannya. Dalam pergaulan remaja, kebutuhan untuk dapat diterima bagi setiap individu merupakan suatu hal yang sangat mutlak sebagai makhluk sosial.
Pembentukan sikap serta perilaku dari remaja banyak ditentukan oleh pengaruh lingkungan ataupun teman sebayanya.
Oleh karena itu, Penulis memilih judul “Pengaruh Lingkungan Keluarga dan Pergaulan Terhadap Kepribadian Siswa-Siswi SMP Negeri 20 Malang”. Penulis berharap mudah-mudahan karya tulis sederhana ini dapat membantu para orang tua di dalam tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing anak-anaknya.
1.2    Rumusan Masalah
1.              Apakah yang dimaksud dengan keluarga?
2.              Apakah yang dimaksud dengan teman?
3.              Apakah peranan dari keluarga?
4.              Apakah peranan dari teman?
5.              Bagaimana pengaruh keluarga terhadap kepribadian?
6.              Bagaimana pengaruh teman terhadap kepribadian?
1.3    Tujuan
Secara formal penulisan karya tulis ini bertujuan untuk melengkapi salah satu syarat mengikuti ujian nasional (UN)
Secara non formal penulisan karya tulis ini digunakan untuk mengetahui pola kepribadian siswa-siswi SMP Negeri 20 Malang terhadap pergaulan dan keluarganya.

1.4    Manfaat
1.      Dapat memperoleh informasi lebih dalam mengenai sebuah pergaulan
2.      Dapat menambah wawasan akan macam pergaulan
3.      Menyadarkan akan pentingnya memilah sebuah pergaulan dalam hidup






























BAB II
PEMBAHASAN
    2.1 Keluarga
2.1.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal dalam di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan yang saling ketergantungan. Untuk memahami lebih lanjut tentang keluarga maka kita harus memahami terlebih dahulu tentang pengertian keluarga.
Menurut pandangan sosiologis, keluarga dapat diartikan dua macam yaitu:
1.Dalam arti sempit
Keluarga dalam arti ini hanya terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Keluarga semacam ini disebut keluarga inti atau keluarga batin (nuclear family).
2.Dalam arti luas
Keluarga dalam arti ini meliput semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan. Jadi, bukan hanya terdiri atas ayah, ibu dan anak tetapi juga meliputi kakek, nenek, paman, bibi, keponakan, dan sebagainya. Keluarga dalam arti ini bisa disebut keluarga besar atau keluarga luas (extended family), klan ataupun marga.
Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan
Menurut Bossard dan Boll ada dua jenis keluarga, dilihat dari hubungan anak, yaitu :
1.Keluarga kandung atau keluarga biologis (family of procreation) adalah sebuah keluarga yang mempunyai hubungan darah dengan anak. Dengan kata lain keluarga ini terdiri atas ayah, ibu, dan anak kandung. Hubungan dalam keluarga biologis akan berlangsung terus. Hubungan darah antara anak-ayah-ibu tak mungkin dapat dihapus.
2.Keluarga orientasi (family of orientation) adalah keluarga yang menjadi tempat bai anak untuk memperoleh perlindungan, pendidikan, tempat mengarahkan diri atau berorientasi. Di dalam keluarga orientasi ini terjadi interaksi antara anggota-anggota keluarga tersebut. Berbeda dengan keluarga biologis, maka dalam keluarga orientasi hubungan yang terjadi dapat terputus atau berubah dari waktu ke waktu.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan satuan sosial yang paling dasar dan terkecil di dalam masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
2.1.2  Proses terbentuknya keluarga
Pada umumnya terbentuknya sebuah keluarga dimulai dari saling kenal antara seorang pria dengan seorang wanita. Dari perkenalan kemudian meningkatdiucapkan, perjanjian tersebut kemudian diresmikan dalam sebuah pertunangan dan akhirnya janji-janji itu dilaksanakan dalam sebuah perkawinan.
Apabila diurutkan tahapan-tahapannya, maka terbentuknya sebuah keluarga akan melalui beberapa tahap sebagai berikut :
1.Tahap formatif (pre-nuptua)
Suatu masa persiapan sebelum dilangsungkannya perkawinan yang ditandai dengan meningkatnya keintiman antara pria dan wanita, dan disertai dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan sosial. Tahap ini antara lain meliputi peminangan (pelamaran) dan pertunangan. Juga merupakan tahap dua keluarga masing-masing pasangan saling mengenal. Dalam tahap ini pihak laki-laki memberikan bingkisan kepada pihak wanita berupa pengikat.
2.Tahap perkawinan (nuptial-stage)
Tahap ketika dilangsungkannya pernikahan dan sesudah tetapi sebelum dilahirkannya anak – anak. Tahap ini merupakan awal dari sebuah keluarga yang sesungguhnya, yaitu kehidupan bersama laki-laki dan wanita dalam suatu ikatan perkawinan, penciptaan suasana rumah, pembangkitan pengalaman baru, penciptaan sikap baru, pendirian tempat tingggal baru, adaptasi antar pasangan dan seterusnya.
3.Tahap pemeliharaan anak-anak (child rearing stage)
Tingkatan ini sesungguhnya dari bangunan sebuah keluarga. Ikatan yang utama pada taham ini adalah anak-anak yang merupakan hasil buah ikatan perkawinan, anak-anak menjadi kewajiban suami istri, pendidikan memenuhi kebutuhan hidupnya serta memberi kasih sayang
4.Tahap keluarga dewasa (maturity stage) 
Tahap ini tercapai ketika dalam suatu keluarga anak-anak yang dilahirkan dan dipelihara telah mampu berdiri sendiri dan membentuk keluarga baru.
2.1.3 Karakteristik Keluarga
Menurut Burgess dan Locke ada empat karakteristik keluarga sebagai berikut :
5.Keluarga adalah susunan orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan darah, anak           atau adopsi. Hasil dari ikatan perkawinan adalah lahirnya anak-anak, mereka juga merupakan anggota yang mendapatkan perlindungan, pengakuan serta prestise keluarga.
6.Anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama di bawah satu atap yang merupakan satu susunan rumah tangga atau “household”.
7.Keluarga merupakan satuan terkecil yang terdiri atas orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi sehingga menciptakan peranan sosial bagi suami, istri, ayah, ibu, putra (anak laki-laki), putri (anak perempuan), kakak laki-laki, kakak perempuan, adik laki- laki dan adik perempuan.
8.Keluarga adalah memelihara suatu kebudayaan bersama, yang pada dasarnya diperoleh dari masyarakat. Suatu kebudayaan akan mempunyai kebudayaan sendiri dan dapat membedakannya dari keluarga yang lain.
Sebagai bahan perbandingan berikut dikemukakan karekateristik keluarga yang    dikemukakan oleh Robert Mac Iver dan Charles Horton Page, sebagai berikut :
1.  Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
2.  Bentuk suatu kelembagaan yang berkaitan  dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.
3.  Mempunyai sistem tata nama (nomenclatur), termasuk perhitungan garis keturunan.
4.  Mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggotanya dan berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
5.  Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga.
2.1.4 Fungsi keluarga
Keluarga merupakan fokus umum dari pola lembaga sosial. Hampir dalam setiap masyarakat keluarga merupakan pusat kehidupan secara individual, dimana di dalamnya terdapat hubungan yang intim dalam derajat yang tinggi. Terlepas dari persoalan hubungan yang inti ini, keluarga mempunyai sejumlah fungsi yang sesuai dengan harapan-harapan masyarakat.
Fungsi-fungsi dari keluarga itu adalah meliputi:
2.1.4.1 Fungsi Edukatif atau Pendidikan
Fungsi edukatif atau fungsi pendidikan keluarga merupakan salah satu tanggung jawab yang paling penting yang dipikul oleh orang tua. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak. Yang berperan melaksanakan pendidikan tersebut adalah ayah dan ibunya. Kehidupan keluarga sehari-hari pada saat-saat tertentu beralih menjadi situasi pendidikan yang dihayati oleh anak-anaknya.


2.1.4.2 Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi mempunyai kaitan yan sangat erat dengan fungsi pendidikan, karena dalam fungsi pendidikan terkandung upaya sosisalisasi, yang pertama di lingkungan keluarganya. Orang tua mempersiapkan dia untuk menjadi anggota masyarakat yang baik.
2.1.4.3 Fungis Protektif atau Perlindungan
Keluarga dapat menjalankan fungsi protektif atau fungsi memberikan perlindungan bagi seluruh anggota keluarga. Di antara alasan seseorang melangsungkan perkawinan dan membentuk keluarga adalah untuk mendapatkan rasa keterjaminan dan keterlindungan hidupnya, baik secara fisik (jasmani) maupun psikologis (rohani).
2.1.4.4 Fungsi Afeksi atau Kasih Sayang
Anak, terutama pada saat masih kecil, berkomunikasi dengan lingkungan dan orang tuanya dengan keseluruhan kepribadiannya. Pada saat anak masih kecil ini, fungsi afeksi atau kasih sayang memegang peranan sangat penting. Ia dapat merasakan dan menangkap suasana perasaan yang meliputi orang tuanya apda saat anak berkomunikasi dengan mereka. Dengan kata lain, anak peka sekali dengan iklim emosional (perasaan) aau afeksional yang meliputi keluarganya.
Anak membutuhkan kehangatan kasih sayang dari orang tuanya, namun tidak secara berlebihan ataupun kekurangan. Oleh karena itu, orang tua terutama ibu, mesti melaksanakan fungsi afeksi ini dengan baik agar jiwa anak tumbuh dengan sehat. Sebuah suasana keluarga yang hangat, romantis, dan penuh kasih sayang akan menumbuhkan kepribadian yang baik bagi anak dan dapat menghindarkan pengaruh psikologis yang tidak baik.
2.1.4.5 Fungsi Religius atau Agama
Keluarga mempunyai fungsi religius. Artinya keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lainnya kepada kehidupan beragama. Untuk melaksanakannya orang tua sebagai tokoh inti dalam keluarga itu serta anggota lainnya terlebih dahulu haurs menciptakan iklim atau suasana religus dalam keluarga itu.
Pembinaan rasa keagamaan anak lebih awal akan lebih baik. Di lingkugan keluargalah pertama-tama anak mesti dibiasakan dalam kehidupan beragama tersebut. Anak akan mempunyai keyakinan agama dan landasan hidup yang kuat jika keluarga mampu melaksanakan fungsi religius ini dengan baik.
Misalnya seorang istri akan merasa hidupnya terjamin dan terlindungi serta tentram di samping suaminya. Dalam keluarga anak-anak pun terasa terlindungi oleh kasih sayang kedua orang tuanya. Pendidikan yang diterima anak pada dasarnya juga bersifat melindungi, yaitu melindungi anak dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik dan dari hidup yang tersesat. Sosialisasi yang diterima anak di lingkungan keluarga juga memberikan rasa aman untuk mampu bergaul dalam lingkungan sosial masyarakatnya. Jadi fungsi perlindungan dari keluarga terhadap anak meliputi perlindungan lahir dan batin.
2.1.4.6 Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi keluarga sangat penting bagi kehidupan keluarga, karena merupakan pendukung utama bagi kebutuhan dan kelangsungan keluarga. Fungsi ekonomi keluarga meliputi pencarian nafkah, perencanaannya serta penggunaannya. Pelaksanaan fungsi ekonomi keluarga oleh dan untuk semua anggota keluarga mempunyai kemungkinan menambah saling pengertian, solidaritas, dan tanggung jawab bersama dalam keluarga itu. Pemenuhan fungsi keluarga ini mesti dilakukan secara wajar, artinya tidak kekurangan atau berlebihan karena dapat membawa pengaruh negatif bagi anggota keluarga itu sendiri.
Dalam lingkungan keluarga anak-anak dididik mulai dari belajar, berjalan, sikapnya, perilaku keagamaannya, dan pengetahuan serta kemampuan lainnya. Memang karena sekarang berbagai kemampuan yang harus dikuasai anak begitu kompleksnya, maka tidak semua hal dapat diajarkan atau dididik dari orang tua, sehingga anak-anak meski dikirim ke sekolah. Namun demikian pendidikan di keluarga tetap merupakan dasar atau landasan utama bagi anak (khususnya dalam pembinaan kepribadian) untuk mengembangkan pendidikan selanjutnya.
Di lingkungan keluarganya anak dilatih untuk hidup bermasyarakat dibina dan dikenalkan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakatnya, sehingga pada masanya anak benar-benar siap terjun di tengah-tengah masyarakat. Dengan melaksanakan fungsi sosialisasi ini dapat dikatakan bahwa keluarga menduduki kedudukan sebagai penghubung anak dengan kehidupan sosial di masyarakat.
2.1.4.7 Fungsi Rekreasi
Fungsi rekreasi ini ini tidak berarti bahwa keluarga seolah-olah harus berpesta pora atau selalu berekreasi di luar rumah. Rekreasi itu dirasakan orang apabila ia menghayati suatu suasana yang tenang dan damai, jauh dari ketegangan batin, segar dan santai serta kepada yang bersangkutan memberikan perasaan bebas terlepas dari kesibukan sehari-hari.
Fungsi rekreasi sangat penting bagi anggota keluarga, karena dapat menjamin keseimbangan kepribadian anggota-anggota keluarga, mengurangi ketegangan perasaan, meningkatkan saling pengertian, memperkokoh kerukunan dan solidaritas keluarga, meningkatkan rasa kasih sayang dan sebagainya.
2.1.4.8 Fungsi Reproduksi atau Melanjutkan Keturunan
Keluarga merupakan lembaga yang salah satu fungsinya untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia, melalui fungsi reproduksi. Dalam suatu masyarakat yang beradab, keluarga merupakan satu-satunya wahana untuk maksud ini. Berlangsungnya fungsi ini berkaitan erat dengan aktivitas seksual antara laki-laki (suami) dan wanita (istri). Hanya melalui keluargalah aktivitas seksual manusia yang merupakan kunci terlaksananya fungsi melanjutkan keturunan dapat terpenuhi secara tepat, wajar dan teratur dari segi moral, kultural, sosial, maupun kesehatan dan tentunya sah berdasarkan hukum adat, hukum agama, dan hukum negara.
2.1.4.9 Fungsi Pengendalian Sosial
Keluarga dapat berperan sebagai agen pengendali sosial (social control) bagi anggota-anggota, keluarga dapat melakukan upaya preventif (pencegahan) terhadap anggotanya agar tidak melakukan perilaku menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Keluarga juga dapat melakukan upaya kuratif, misalnya dengan mengingatkan ataupun menghukum anggota keluarga yang telah menyimpang dari norma
2.1.5 Pendidikan di Lingkungan Keluarga
         2.1.5.1 Pendidikan Agama
Pendidikan agama termasuk aspek-aspek pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh para pendidik terutama orang tua, pendidikan agama pada masa anak-anak, seharusnya dilakukan oleh orang tua, yaitu dengan membiasakannya kepada tingkah laku dan akhlak yang diajarkan oleh agama. Dalam menumbuhkan kebiasaan berakhlak baik seperti kejujuran, adil dan sebagainya, orang tua harus memberikan contoh, karena si anak dalam umur ini belum dapat mengerti, mereka dapat meniru. Apabila si anak telah terbiasa menerima perlakuan adil dan dibiasakan pula berbuat adil, maka kaan tertanamlah rsa keadilan itu dalam jiwanya dan menjadi salah satu unsur kaidah sosial yang lain, sedikit demi sedikit harus masuk dan dalam pembinnaan mental si anak.
Pendidikan agama harus diberikan kepada si anak sejak ia kecil, sehingga nanti kalau ia sudah dewasa akan mudah baginya untuk menerimanya karena dalam kepribadiannya yang terbentuk sejak kecil itu terdapat unsur-unsur agama. Jika dalam kepribadiannya itu tidak ada nilai-nilai agama, akan mudahlah orang melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa mengindahkan kepentingan dan hak-hak orang lain. Ia selalu didesak oleh keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan yang pada dasarnya tidak mengenal batas-batas, hukum-hukum dan norma-norma. Tetapi jika dalam kerpibadian seseorang terdapat nilai-nilai dan unsur-unsur  agama, maka segala keinginan dan kebutuhannya akan dipenuhi dengan cara yang tidak melanggar hukum-hukum dan norma-norma sosial.
Langkah-langkah yang dapat diambil oleh orang tua atau pendidik dalam pendidikan agama, M. Jameel Zaeno menyatakan yaitu :
1.Melatih anak-anak untuk mengadakan kalimat syahadat dan menjelaskannya.
2.Menanamkan rasa cinta dan iman kepada Allah dalam hati mereka, karena Allah adalah pencipta, pemberi rizki dan penolong satu-satunya tanpa ada sekutu bagi-Nya.
1.Memberi kabar gembira kepada mereka dengan janji sorga bagi orang-orang yang mengerjakan shalat, puasa, zakat serta berbuat baik terhadap kedua orang tua. Dan menakuti mereka dengan neraka, bagi orang-orang yang meninggalkan shalat, mencuri, melawan orang tua, berzina dan sebagainya.
2.Mengajarkan anak-anak untuk meminta dan memohon pertolongan hanya kepada Allah semata.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendidikan agama bagi anak sangat penting. Tanpa pendidikan agama yang baik, anak tidak akan mengenal tanggung jawabnya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Mereka tidak dapat mewujudkan makna kemanusiaan yang utama, tidak dapat berbuat adil dan mulia. Dengan pendidikan agama diharapkan anak mempunyai kepribadian yang baik, menjadi anak yang shalih dan shalihah serta menjadi anak yang berguna bagi agama dan bangsa.
 2.1.5.2 Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak berkaitan erat dengan pendidikan agama, hampir sepakat para filosof pendidikan Islam bahwa pendidikan adalah akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mendidik jiwa dan akhlak. Asnelly Ilyas (1995) mengatakan para ahli pendidikan Islam sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah mencuci otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka tahu, tetapi maksudnya adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka dengan menanamkan rasa fadilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehiudpan yang suci seluruhnya, ikhlas dan jujur. Maka tujuannya utama pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa.
Orang tua mempunyai kewajiban untuk menanamkan keimanan kepada anak-anaknya melalui keluarga. Ahmad Tafsir (1992) menyatakan ada beberapa prinsip yang sebaiknya diperhatikan oleh orang tua dalam penanaman iman di hati anak-anaknya di rumah tangga, yaitu :
a.Membina hubungan harmonis dan akrab antara suami dan istri.
b.Membina hubungan harmonis dan akrab antara orang tua dan anak.
c.Mendidik (membiasakan, memberi contoh dan lain-lain) sesuai dengan tuntunan Islam.
Prof. Dr. Zakiyah Daradjat (1995) mengatakan bahwa pendidikan akhlak dimulai sejak umur TK dan SD itu sangat penting. Begitu pula pada anak usia  SMP, perlu diajarkan akhlak, karena pada usia ini anak berada pada masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Kegoncangan timbul, badannya tinggi, makannya banyak, suara besar, teman pergaulannya meluas termasuk dengan lawan jenis. Suasana seperti ini penuh dengan kegoncangan-kegoncangan. Maka para orang tua dan pendidik harus mampu memberi ketentraman bagi anak dan kelakuan-kelakuan menyimpang perlu ditegur dengan cara baik supaya tidak merasa tersinggung. Contoh-contoh baik yang diberikan oleh guru kepada mereka sangat penting.
Jadi pendidikan akhlak atau pembentukan tingkah laku yang baik pada anak ditanamkan sejak waktu kecil. Karena itu kewajiban bagi orang tua atau pendidik untuk menanamkan kebiasaan baik kepada anak-anaknya. Membiasakan sesuatu yang baik dan menghindarkan diri dari sesuatu yang tercela sehingga tercapai tujuan pokok pendidikan Islam agar manusia (anak) hidup dalam kesucian, penuh keikhlasan dan dijauhkan dari perbuatan aniaya atau dengan satu kata dapat disimpulkan hidup dalam fadilah.
   2.1.5.3 Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani adalah salah satu aspek pendidikan yang penting dan tidak dapat lepas dari pendidikan yang lain. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani merupakan salah satu alat utama bagi pendidikan rohani (pendidikan agama dan akhlak). Pendidikan jasmani disini maksudnya adalah pendidikan erat kaitannya dengan pertumbuhan dan kesehatan jasmani anak-anak.
Pendidikan jasmani di samping bertujuan untuk membentuk kepribadian, juga mempunyai tujuan lain, yaitu :
a.Untuk menjaga dan memelihara kesehatan badan, seperti alat-alat pernafasan, peredaran darah, pencernaan makanan, melatih otot dan urat-urat saraf, dan melatih kecekatan dan ketangkasan.
b.Memupuk perasaan sosial seperti tolong-menolong dan setia kawan, yang umumnya dapat dicapai dengan permainan-permainan, rombongan dan bekerja kelompok.
c.Memupuk perkembangan fungsi-fungsi jiwa seperti kecerdasan, ingatan, kemauan dan lain-lain.
     2.5.1.4 Pendidikan Sosial
Keluarga mempunyai peranan yang fundamental dalam menumbuhkembangkan kepekaan sosial anak, perkembangan sosial anak harus dimulai dari lingkungan keluarga. Yang dimaksud dengan pendidikan sosial merupakan pendidikan sosial anak sejak dini agar terbiasa melakukan tata krama sosial yang utama, yang bersumber dari aqidah islamiyah yang abadi dan emosi keimanan yang mendalam di lingkugan keluarga yang berkelanjutan di lingkungan masyarakat. Pendidikan sosial merupakan fenomena tingakh laku yang dapat mendidik guna melakukan segala kewajiban sopan santun dalam berinteraksi dengan orang lain secara baik yaitu menghormati yang lebih besar dan menyayangi yang kecil.
Kondisi masyarakat kita bersifat heterogen, tetapi bukan keadaan yang perlu dihindarkan. Orang tua dan pendidik harus selalu memberikan informasi kepada anak bahwa perbuatan yang benar akan melahirkan sikap dan yang benar dan terpuji. Bila lingkungan masyarakat dipandangnya “berbahaya” bagi perkembangan dan kepribadian dan merusak adat  istiadat serta perilakunya dalam keluhuran kebaikan akan segera dihindarkan atau dijauhkan dari anak. Drs. Hasan Basri (1995) sesuai dengan ungkapan lama bahwa usaha pencegahan lebih baik daripada upaya penyembuhan, inilah yang dituju oleh anak-anak dan generasi muda.
Pendidikan sosial penting diajarkan atau ditanamkan kepada anak sejak dini. Diantara pendidikan sosial tersebut adalah perasaan persaudaraan, saling mencintai, saling menghormati, bekerja sama, saling tolong menolong serta menjauhi sifat sombong, rendah diri, kasar, fitnah dan sifat-sifat tercela lainnya. Bila anak mendapat pendidikan yang baik, mereka bisa memilih teman bergaul yang baik, dan dapat menjauhkan diri dari pengaruh-pengaruh negatif.
2.2 Teman
2.2.1 Pengertian Pergaulan
Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu, dapat juga oleh individu dengan kelompok.
Seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial (zoon-politicon), yang artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan dengan manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya. Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia belum tahu apakah itu baik atau tidak.
2.2.2 Karakteristik Pergaulan
Karakteristis Pendidikan Pergaulan Anak
Bentuk karakteristik mengenai proses pendidikan pergaulan anak ini dapat anda artikan sebagai proses pemberian input yang benar bagi anak – anak. Informasi selengkapnya mengenai karakteristis pendidikan pergaulan anak ini adalah sebagai berikut :
 1. Proses pendidikan pergaulan anak dikaitkan dengan usaha mempengaruhi anak
Anak – anak merupakan masa transisi dari interaksi interpersonal dalam keluarga menuju    aktivitas hubungan sosial yang ada didalam lingkungan bermasyarakat. Dalam proses perkembangan anak ini maka dibutuhkan peran orang tua sebagai pendamping dan pemantau sehingga orang tua lebih bisa mempengaruhi anak untuk memilih bentuk pergaulan yang positif.
2. Pengaruh dari orang tua dapat dipahami dan diaplikasikan anak
Karakteristik yang pertama ini memberikan pengertian kesesuaian input dengan output. Input dari orang tua dapat diterapkan sehingga memperoleh output berupa pergaulan anak positif. Karakteristis pendidikan pergaulan anak kedua ini merupaka bentuk pendidikan pergaulan anak yang benar.
2.2.3 Fungsi Teman
Teman memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan bermasyarakat khususnya dalam pergaulan sebaya nya. Fungsi teman diantaranya adalah :
1. sebagai sumber informasi diluar lingkungan keluarga.
2. Memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya.
3. Mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, ataupun kurang baik jika dibandingkan remaja pada umumnya.



2.3  Peran Keluarga
   2.3.1 Pengertian Peran Keluarga
Peran lingkngan keluarga terhadap kepribadian seorang anak merupakan masalah yang sulit untuk dipungkiri khususnya bagi kedua orangtua di lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga sendiri merupakan basis awal dari kehidupan bagi setiap manusia. Lingkungan tersebut berpengaruh pula terhadap pembentukan serta perubahan kepribadian seseorang baik faktor lingkungan pra kelahiran maupun pasca kelahiran.
2.3.2 Pengertian Kepribadian
Banyak ahli yang mengemukakan konsep-konsep kepribadian (personality), seorang ahli kedokteran ataupun psikologi dari Yunani, Hipocrates lebih melihat kepribadian sebagai cairan biokimia dalam tubuh yang memiliki pengaruh pada perilaku individu, yang kemudian diistilahkan dengan temperamen, lalu Hipocrates membagi temperamen menjadi 4 macam, yaitu Sanguinis, Melankolis (murung), Plegmatis ataupun Khoierik (Surabrata 1988). Sementara itu AllPort mendefinisikan kepribadian sebagai organisme psikofisiologis yang dapat dipergunakan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial, organisme psikis meliputi bakat, minat, sikap, kecerdasan, emosi kemampuan berpikir, berimajinasi dan memori sedangkan organisme fisik berhubungan dengan aspek fisik seperti tinggi badan, berat badan dan kurus gemuk (Hall dan Lindzay, 1978; Morgen, et al, 1986).
Kepribadian sulit untuk diukur sebab perilaku tidak selalu mencerminkan diri individu yang sebenarnya. Jadi kepribadian didefinisikan sebagai organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisis dalam diri individu yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungan,
2.3.2 Aspek-Aspek Kepribadian
1. Aspek Biologis
    Kenyataan yang bersifat biologis dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang. Seorang ahli berpendapat yaitu Kretchmer bahwa kepribadian dapat dilihat dari bentuk tubuh. Bentuk tubuh bisa mempengaruhi aspek biologis, tidak sedikit orang yang merasa minder karena bentuk tubuhnya yang kurang bagus yang mengakibatkan rasa tidak percaya diri dan merasa malu apabila bertemu dengan orang lain.
Dari segi fisik (pembawaan psikologis) seseorang ada yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan misalnya bentuk mata, letak hidung, dan termasuk bentuk anggota badan, ada yang pada mulanya bentuk tubuhnya bagus karena terserang penyakit maka menjadi kurang sempurna, dengan demikian antara pembawaan dan pengaruh dari luar saling mempengaruhi.
2. Aspek Psikologis
    Perkembangan psikologis seseorang tidak nampak jelas seperti pada perkembangan biologis, tetapi mengarah kepada tingkah laku setiap individu dan lainnya. Tingkah laku yang dilakukan oleh seseorang dapat mencerminkan kepribadian yang ada pada dirinya. Golongan dewasa muda secara fisik. mereka mempunyai kekuatan tubuh yang prima sehingga mereka giat melakukan berbagai aktivitas itu sampai menghabiskan waktu akibat lupa mengurus diri sendiri, hal ini ditopang kondisi fisik yang sehat dan juga kemauan yang tinggi, hal ini dapat mencerminkan kepribadian seseorang. (Dra. Etty Kartikawaty : 1992).
3.Aspek Sosial
   Dalam masa remaja cakrawala interaksi sosial telah meluas dan kompleks, selain berkomunikasi dengan keluarga juga dengan sekolah dan masyarakat umum yang terdiri atas anak-anak maupun orang dewasa dan teman sebaya pada khususnya, bersama itu mulai memperhatikan dan mengenai norma-norma yang berlaku serta melakukan penyesuaian diri ke dalam sosial, tidak bisa kita pungkiri bahwa lingkungan sosial dapat mempengaruhi kepribadian seseorang dimana kita tinggal. Setiap individu tidak bisa sendiri tanpa pengaruh dari lingkungan sosial yang dekat dengannya., yang berarti bahwa manusia adalah mahluk yang hidup dalam kesatuan yaitu sosial dan individu keduanya saling berkaitan satu sama lain.
2.3.3 Pengaruh Perkembangan Kepribadian
1.Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah tempat memberikan bekal ilmu kepada para siswa, namun selain itu juga bergungsi sebagai salah satu pembentukan kepribadian anak, juga berfungsi sebagai ikatan kelompok anak-anak di sekolah merasakan bahwa sekolah adalah bagian dari kehidupan, dalam kenyataan sering kali sekolah menjadi sumber frustasi bagi sebagian anak-anak, frustasi tersebut dapat berasal dari berbagai sumber antara lain adalah persepsi (pandangan) yang negatif terhadap suasana di sekolah, persepsi yang negatif terhadap perilaku guru, banyak peraturan yang menurut murid tidak perlu dan lain-lain.
2.Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah suatu subsistem di dalam kehidupan anak yang ikut dalam pembentukan kepribadian. Suasana yang paling membingungkan pada anak akan terjadi apabila ada konflik norma di dalam masyarakat. Faktor-faktor lain yang membentuk kepribadian anak seperti film, bahan bacaan dan acara televise. Apabila tidak selektif akan merusak akhlak anak, pengaruh film sadis dan porno banyak dikutip oleh ahli sebagai penyebab kurang baiknya pertumbuhan akhlak anak.
3.Lingungan Keluarga
Ahli psikologi pada umumnya berpendapat bahwa dasar pembentukan akhlak yang baik bermula dari dalam keluarga. Contoh yang paling mudah ditiru oleh si anak adalah perilaku kedua orang tuanya. Kepribadian anak sulit untuk berkembang dengan baik apabila sering terjadi konflik di dalam keluarganya. Para ahli berpendapat bahwa suasana rumah yang terdapat konflik antara suami dan istri akan menyebabkan anak mengalami ketegangan emosi yang sering kali akan melampiaskan dalam bentuk perilaku negatif, seperti penggunaan narkotika, perkelahian, kebut-kebutan di jalan raya dan perilaku lain. (Dr. Djamaludin Ancok : 2001).
2.3.4 Peran Keluarga dalam Mewujudkan Kepribadian
Ayah dan ibu merupakan teladan pertama bagi pembentukan kepribadian anak dalam lingkungan keluarga. Keyakinan dan perilaku dari kedua orangtua dengan sendirinya juga merupakan pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam mewujudkan nilai-nilai, keyakinan, dan presepsi budaya dalam masyarakat. Peran keluarga dalam memujudkan kepribadian anak antara lain :
1. Kedua orangtua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak mendapatkan cinta serta kasih sayang dari orangtuanya, maka pada saat mereka berada diluar lngkungan rumah dan menghadapi masalah yang baru mereka akan bisa menghadapi dan menyelesaikan dengan baik. Sebaliknya, jika kedua orangtua terlalu ikut campur dalam urusan anak-anaknya, maka perilaku mereka sendiri yang akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan keribadian anaknya.
2. Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan ketenangan jiwa anak-anaknya. Karena hal ini menyebabkan pertumbuhan potensi dan kreativitas akal dari anak-anaknya yang pada akhirnya keinginan dan kemauan dari mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih dalam setiap keadaan.
3. Saling menghormati dan menghargai antara kedua orang tua dan anak juga diperlukan. Hormat disini bukanlah sikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan fitri dari anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik serta pembicaraan negatif berkaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban. Kedua orangtua juga harus bersikap tegas agar dapat menghormati sesamanya.
4. Mewujudkan kepercayaan, menghargai, dan memberikan kepercayaan terhadap anak berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap.
5. Mengadakan perkumpulan dan musyawarah antara orang tua dan anak. Dengan melihat keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang dirinya sendiri. Tugas kedua orangtua yaitu memberikan informasi tentang susunan badan dan perubahan serta pertubuhan dari anak-anaknya terhadap mereka. Selain itu kedua orangtua juga harus mengenalkan kepada anak-anaknya mengenai masalah keyakinan, akhlak, dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia.
6. Sumber persahabatan atau teman bermain bagi anak, sehingga anak dapat menemukan pribadi atau jati dirinya melalui ilmu-ilmu yang telah diberikan oleh kedua orang tuanya melalui persahabatan akrab antar keduanya.
2.4 Peran Teman                     
2.4.1 Pengertian Peran Teman
Teman sebaya atau peers adalah anak-anak dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga. Melalui kelompok teman sebaya anak-anak menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang mereka lakukan, apakah dia lebih baik dari pada teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam keluarga karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan sebaya) (Santrock, 2004 : 287). Hubungan yang baik di antara teman sebaya akan sangat membantu perkembangan aspek sosial anak secara normal. Anak pendiam yang ditolak oleh teman sebayanya, dan merasa kesepian berisiko menderita depresi. Anak-anak yang agresif terhadap teman sebaya berisiko pada berkembangnya sejumlah masalah seperti kenakalan dan drop out dari sekolah. Gladding (1995 : 113-114) mengungkapkan bahwa dalam interaksi teman sebaya memungkinkan terjadinya proses identifikasi, kerjasama dan proses kolaborasi. Proses-proses tersebut akan mewarnai proses pembentukan tingkah laku yang khas pada remaja.
Penelitian yang dilakukan Willard Hartup (1996, 2000, 2001; Hartup & Abecassiss, 2002; dalam Santrock, 2004 : 352) selama tiga dekade menunjukkan bahwa sahabat dapat menjadi sumber-sumber kognitif dan emosi sejak masa kanak-kanak sampai dengan masa tua. Sahabat dapat memperkuat harga diri dan perasaan bahagia. Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, Cowie and Wellace (2000 : 8) juga menemukan bahwa dukungan teman sebaya banyak membantu atau memberikan keuntungan kepada anak-anak yang memiliki problem sosial dan problem keluarga, dapat membantu memperbaiki iklim sekolah, serta memberikan pelatihan keterampilan sosial. Berndt (1999) mengakui bahwa tidak semua teman dapat memberikan keuntungan bagi perkembangan. Perkembangan individu akan terbantu apabila anak memiliki teman yang secara sosial terampil dan bersifat suportif. Sedangkan teman-teman yang suka memaksakan kehendak dan banyak menimbulkan konflik akan menghambat perkembangan (Santrock, 2004 : 352).
Konformitas terhadap pengaruh teman sebaya dapat berdampak positif dan negatif. Beberapa tingkah laku konformitas negatif antara lain menggunakan kata-kata jorok, mencuri, tindakan perusakan (vandalize), serta mempermainkan orang tua dan guru. Namun demikian, tidak semua konformitas terhadap kelompok sebaya berisi tingkah laku negatif. Konformitas terhadap teman sebaya mengandung keinginan untuk terlibat dalam dunia kelompok sebaya seperti berpakaian sama dengan teman, dan menghabiskan sebagian waktunya bersama anggota kelompok. Tingkah laku konformitas yang positif terhadap teman sebaya antara lain bersama-sama teman sebaya mengumpulkan dana untuk kepentingan kemanusiaan (Santrock, 2004 : 415). Teman sebaya juga memiliki peran yang sangat penting bagi pencegahan penyalahgunaan Napsa dikalangan remaja. Hubungan yang positif antara remaja dengan orang tua dan juga dengan teman sebayanya merupakan hal yang sangat penting dalam mengurangi penyalahgunaan Napsa (Santrock, 2004 : 283).
Memperhatikan pentingnya peran teman sebaya, pengembangan lingkungan teman sebaya yang positif merupakan cara efektif yang dapat ditempuh untuk mendukung perkembangan remaja. Dalam kaitannya dengan keuntungan remaja memiliki kelompok teman sebaya yang positif, Laursen (2005 : 138) menyatakan bahwa kelompok teman sebaya yang positif memungkinkan remaja merasa diterima, memungkinkan remaja melakukan katarsis, serta memungkinkan remaja menguji nilai-nilai baru dan pandangan-pandangan baru. Lebih lanjut Laursen menegaskan bahwa kelompok teman sebaya yang positif memberikan kesempatan kepada remaja untuk membantu orang lain, dan mendorong remaja untuk mengembangkan jaringan kerja untuk saling memberikan dorongan positif. Interaksi di antara teman sebaya dapat digunakan untuk membentuk makna dan persepsi serta solusi-solusi baru. Budaya teman sebaya yang positif memberikan kesempatan kepada remaja untuk menguji keefektivan komunikasi, tingkah laku, persepsi, dan nilai-nilai yang mereka miliki. Budaya teman sebaya yang positif sangat membantu remaja untuk memahami bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi berbagai tantangan. Budaya teman sebaya yang positif dapat digunakan untuk membantu mengubah tingkah laku dan nilai-nilai remaja (Laursen, 2005 : 138). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membangun budaya teman sebaya yang positif adalah dengan mengembangkan konseling teman sebaya dalam komunitas remaja.
2.4.2 Kelompok Sebaya
Menurut John W Santrock kelompok sebaya ialah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama yang saling berinteraksi dengan kawan-kawan sebaya yang berusia sama dan memiliki peran yang unik dalam budaya atau kebiasaannya.
Percepatan perkembangan pada masa remaja berhubungan dengan pematangan seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa remaja biasanya seorang anak sudah mampu menjalankan hubungan yang erat dengan teman sebayanya. Seiring dengan hal itu juga timbul kelompok anak-anak yang bermain bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas pada kelompok anak sebelum masa remaja adalah bahwa kelompok tadi terdiri dari jenis kelamin yang sama. Persamaan kelamin yang sama ini dapat membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan juga berhubungan dengan perasaan identifikasi untuk mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa remaja ini, anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai macam kegiatan.Selama tahun pertama masa remaja, seorang anak remaja cenderung memiliki keanggotaan yang lebih luas. Dengan kata lain, tetangga atau teman-temannya seringkali menjadi anggota kelompoknya. Biasanya kelompoknya lebih hiterogen daripada berkelompok dengan teman sebayanya. Misalnya kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung memiliki suatu campuran individu-individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang semakin intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan kohesif yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya. Karena pada masa ini, dia lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok daripada pola pribadinya. Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma kelompok membuatnyua sulit untuk membentuk keyakinan diri.


2.4.3 Jenis Kelompok Sebaya
Setiap kelompok sebaya mempunyai atauran baik yang bersifat implicit maupun eksplisit, harapan-harapan terhadap anggotanya. Ditinjau dari sifat organisasinya kelompok sebaya dapat dibedakan menjadi:
1.Kelompok sebaya yang bersifat informal. Kelompok sebaya ini dibentuk, diatur, dan dipimpin oleh anak itu sendiri misalnya, kelompok permainan, gang, dan lain-lain. Di dalam kelompok ini tidak ada bimbingan dan partisipasi orang dewasa.
2.Kelompok sebaya yang bersifat formal. Di dalam kelompok ini ada bimbingan, partisipasi atau pengarahan orang dewasa. Apabila bimbingan dan pengarahan diberikan secara bijaksana maka kelompok sebaya ini dapat menjadi wahana proses sosialisasi nilai-nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat. Yang termasuk dalam kelompok sebaya ini misalnya, kepramukaan, klub, perkumpulan pemuda dan organisasi lainnya.
 Menurut Robbins, ada empat jenis kelompok sebaya yang mempunyai peranan penting dalam proses sosialisasi yaitu kelompok permaianan, gang, klub, dan klik (clique). Kelompok permainan (play group) terbentuk secara spontan dan merupakan kegiatan khas anak-anak, namun di dalamnya tercermin pula struktur dan proses masyarakat luas, sedang gang, bertujuan untuk melakukan kegiatan kejahatan, kekerasan, dan perbuatan anti sosial. Klub adalah kelompok sebaya yang bersifat formal dalam artian mempunyai organisasi sosial yang teratur serta dalam bimbingan orang dewasa. Sementara itu klik (clique), para anggotanya selalu merencanakan untuk mengerjakan sesuatu secara bersama yang bersifat positif dan tidak menimbulkan konflik sosial.
 Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kelompok sebaya sangat berperan penting dalam proses sosialisasi individu terutama kelompok sebaya remaja. Pengaruh kelompok sebaya tidak hanya berdampak negatif akan tetapi juga berdampak positif. Untuk itu pembentengan diri melalui keluarga masih sangat diperlukan bahwa ketika anak memiliki teman maka kenalilah siapa yang menjadi teman anak kita. 
2.4.4 Peran Teman Sebaya
Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh teman sebaya. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya merasa tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh teman-teman sebayanya. Bagi kebanyakan remaja, pandangan teman sebaya terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting. Teman sebaya merupakan anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. interaksi diantara teman sebaya yang berusia sama sangat berperan penting dalam perkembangan sosial. Pertemanan berdasarkan tingkat usia dengan sendirinya akan terjadi meskipun sekolah tidak menerapkan sistem usia. Remaja dibiarkan untuk menentukan sendiri komposisi masyarakat mereka. Bagaimanapun, seseorang dapat belajar menjadi petarung yang baik hanya jika diantara teman yang seusianya. Salah satu fungsi terpenting dari teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari teman-teman sebayanya. Dan remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik. Hubungan yang baik dengan teman sebaya perlu agar perkembangan sosialnya berjalan normal. Hubungan dengan teman sebaya dapat bersifat negatif atau positif.Piaget dan Sullivan menekankan bahwa hubungan dengan teman sebaya memberikan konteks bagi remaja untuk mempelajari modus hubungan timbal balik yang simetris.Hartup menyatakan bahwa hubungan dengan teman sebaya bersifat kompleks dan dapat bervariasi tergantung pada bagaimana pengukurannya, perumusan hasilnya, dan garis perkembangannya.
Kebutuhan remaja terhadap hubungan dengan teman sebaya sangatlah penting untuk perkembangan sosialnya. Maka jika ada keterbatasan hubungan dengan teman sebayanya akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak tersebut, misalnya orang tua yang membatasi anaknya secara berlebihan untuk tidak berhubungan dengan teman sebayanya, hal ini akan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya, yaitu ketika si anak terjun ke dalam masyarakat. Sehingga ia sulit untuk bersosialisasi di masyarakat.   
Peranan kelompok sebaya dalam kehidupan remaja yaitu :
a.Kelompok sebaya mempunyai peran penting dalam penyesuaian diri remaja, dan persiapan bagi kehidupan di masa mendatang.
b.Berperan pula terhadap pandangan dan perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak tergantung pada orang tua. Akan tetapi pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama masa kanak-kanaknya.
c.Kelompok teman sebaya berperan pada saat remaja mengahadapi konflik antara ingin bebas dan mandiri serta ingin merasa aman, pengganti yang hilang dan dorongan kepada rasa bebas yang dirindukannya. Pengganti tersebut ditemukannya dalam kelompok teman, karena mereka saling dapat membantu dalam persiapan menuju kemandirian emosional yang bebas dan dapat pula menyelamatkannya dari pertentangan batin dan konflik sosial.
d..Berperan dalam memberikan persepsi agar ia tidak merasa kerdil diantara orang-orang dewasa umumnya. Karena remaja merasa dirinya kerdil bila berada dekat orang tuanya atau orang dewasa pada umumnya, karena kurang pengalaman, lemahnya pribadi dan kurangnya umur. Hal tersebut menyebabkan remaja menjauh dari orang tua, sebab ia tidak mau dianggap anak-anak lagi, kendatipun ia masih suka bermain dan bersenang-senang. Akan tetapi bila ia berada di tengah-tengah teman sebaya, ia tidak akan merasa kecil atau kerdil, baik dari segi fisik maupun mental.
e.Remaja itu bergabung dengan kelompok teman sebaya, karena kebutuhan akan rasa bebas dari orang dewasa dan rasa terikat antara sesama anggota. Apabila semakin terasa keinginan untuk babas, maka semakin terikat hatinya kepada kelompok teman sebaya yang dapat memberikan kepuasan dan kebebasan. Hal inilah yang seringkali dirisaukan oleh orang tua, karena siskap mereka yang semakin menjauh dan kadang benci kepadanya.
2.4.5 Fungsi Kelompok Sebaya 
Di dalam kelompok sebaya anak belajar bergaul dengan sesamanya. Mula-mula kelompok sebaya pada anak-anak itu terbentuk dengan secara kebetulan. Dalam perkembangan selanjutnya masuknya anak ke dalam suatu kelompok sebaya berdasarkan pilihan. Setelah anak masuk ke sekolah kelompok sebayanya dapat berupa teman sekelasnya, klik dalam kelasnya, dan kelompok permainannya. Dalam kelompok sebaya itu anak belajar memberi dan menerima dalam pergaulannya dengan sesama temannya. Partisipasi di dalam kelompok sebayanya memberikan kesempatan yang besar bagi anak mengalami proses belajar sosial (sosial learning). Bergaul dengan teman sebaya merupakan persiapan penting dalam kehidupan seseorang setelah dewasa. Selain itu, di dalam kelompok sebaya anak mempelajari kebudayaan masyarakat. Bahwa melalui kelompok sebaya itu anak belajar bagaimana menjadi manusia yang baik sesuai dengan gambaran dan cita-cita masyarakatnya, tentang kejujuran, keadilan, kerja sama, dan tanggung jawab. Sehingga kelompok sebaya menjadi wadah dalam mengajarkan mobilitas sosial. Melalui pergaulan di dalam lingkungan kelompok sebaya itu anak-anak yang berasal dari kelas sosial bawah menangkap nilai-nilai, ide-ide, cita-cita, dan pola tingkah laku anak dari golongan menengah ke atas demikian juga sebaliknya. Kelompok sebaya juga masing-masing individu mempelajari peranan sosial yang baru. Anak yang biasa dididik dengan pola dengan otoriter dapat mengenal kehidupan demokratis dalam kelompok sebaya. Di dalam kelompok sebaya mungkin anak berperan sebagai sahabat, musuh, pemimpin, pencetus ide, dan sebagainya. Sehingga di dalam kelompok sebaya anak mempunyai kesempatan melakukan bermacam-macam kelompok sosial.
2.5 Pengaruh Keluarga
2.5.1 Pengaruh Keluarga Terhadap Kepribadian Anak
Menurut Papalia dan Old (1987), masa anak-anak dibagi menjadi lima tahap yaitu :
1. Masa Prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir.
2. Masa Bayi dan Tatih, yaitu saat usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan sampai tiga tahun merupakan masa tatih. Saat tatih inilah, anak-anak menuju pada penguasaan bahasa dan motorik serta kemandirian.
3. Masa kanak-kanak pertama, yaitu rentang usia 3-6 tahun, masa ini dikenal juga dengan      masa prasekolah.
4. Masa kanak-kanak kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal pula sebagai masa sekolah. Anak-anak telah mampu menerima pendidikan formal dan menyerap berbagai hal yang ada di lingkungannya.
5. Masa remaja, yaitu rentang usia 12-18 tahun. Saat anak mencari identitas dirinya dan banyak menghabiskan waktunya dengan teman sebayanya serta berupaya lepas dari kungkungan orang tua.
2.5.2 Pengaruh Positif Keluarga
1. Memberikan pengalaman kepada anak-anaknya.
2. Memberikan kasih sayang.
3. Menyediakan tempat untuk menumpu kehidupan dimasa yang akan datang.
4. Memberikan tempat tujuan utama dalam menjalani kehidupan yang berdinamika.
   5. Mendidik anak-anaknya untuk terus berkembang dengan baik dengan ilmu.
  2.5.3 Pengaruh Negatif Keluarga
   1. Dapat membuat anak-anaknya menjadi bosan jika terlalu lama dikekang.
   2. Dapat membuat anak-anak hidup dalam ketergantungan kepada orang tua.
   3. Dapat memberikan trauma yang berlebihan kepada anak akibat kerasnya perilaku.
2.6. Pengaruh Teman Terhadap Kepribadian
   2.6.1 Pengaruh Hubungan dengan Kelompok Sebaya Terhadap Kepribadian    
            Anak
Menurutgerungan (1986), kenakalan remaja muncul akibat terjadinya interaksi sosial antara individu (remaja) dengan teman sebayanya. Peran interaksi dengan teman sebaya tersebut dapat berupa imitasi, identifikasi, sugesti dan simpati. Remaja dapat meniru (imitasi) kenakalan yang dilakukan teman sebayanya, sementara itu sugesti bahwa kebut-kebutan dan penggunaan narkotika adalah remaja ideal, dapat mengakibatkan remaja yang mulanya baik menjadi nakal. Kuatnya pegaruh teman-teman sebaya yang mengarahkan remaja menjadi nakal atau tidak juga ditentukan bagaimana persepsi remaja terhadap teman sebayanya. persepsi memegang peran penting bagi tinggi atau rendahnya kenakalan remja, yang dalam tahapan selanjutnya dapat menjadi aksi nyata berupa perilaku nakal yang merugikan ligkungan dan dapat dikenai sangsi pidana. Dengan kata lain, jika remaja melihat bahwa teman sebayanya adalah media yang tepat untuk menyalurkan keinginan negative atau tujuan negative lainnya, maka tinggi pulalah kecenderungan remaja untuk berperilaku nakal. Penelitian seperti itu tentu saja penelitian negative remaja terhadap teman sebayanya.
Persepsi merupakan proses pemahaman terhadap suatu objek yang merangsang panca indra dan memungkinkan individu (remaja) untuk membuat kontruksi dan prediksi tentang keseluruhan dari stimulus tersebut.
 
Kemudian dari persepsi tersebut, individu dapat menilai kejadian yang ada diluarnya.
Remaja yang berpersepsi positif terhadap teman sebayanya, memandang bahwa teman sebaya sebagai tempat memperoleh informasi yang tidak didapatkan di dalam keluarga, tempat menambah kemampuan dan menjadi tempat kedua setelah keluarga untuk mengarahkan dirinya (menuju kepada perilaku yang baik) serta memberikan masukan (koreksi) terhadap kekurangan yang dimilikinya, yang tentu saja akan membawa dampak baik bagi remaja yang bersangkutan (santrock, 1997). Sebaliknya, remaja yang berpersepsi negative terhadap teman-teman sebayanya, maka remaja melihat bahwa kelompok teman sebaya adalah sebagai kompensasi penebusan atas kekurangan yang dimilikinya atau sebagai ajang balas dendam terhadap lingkungan yang menolak atau memenuhi dirinya. Remaja yang merasa frustasi (karena ketidakmampuannya menghadapi kekurangan dan penolakan dari lingkungan/merasa dikucilkan) secara spontan saling bersimpati dan tarik-menarik, kemudian menggerombol untuk mendapatkan dukungan moral, dan memuaskan segenap kebutuhannya.Kecenderungan remaja akan rendah ketika remaja mampu berpersepsi bahwa teman sebaya adalah tempat untuk belajar bebas dari orang-orang dewasa (mandiri), belajar kepada kelompok, belajar menyesuaikan diri dengan standar kelompok, belajar bermain dan olahraga, belajar berbagi rasa, belajar bersikap sportif, belajar menerima dan melakanakan tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain, belajar perilaku sosial yang baik, dan belajar bekerja sama.
Pengaruh teman sebaya terhadap remaja itu ternyata berkaitan dengan iklim keluarga itu sendiri . Remaja yang memiliki hubungan yang baik dengan orang tuanya(iklim keluarga sehat) cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh negatif teman sebayanya, dibandingkan dengan remaja yang hubungan dengan orang tuanya kurang baik.
2.6.2. Pengaruh Positif Pergaulan
1.Lebih mengenal nilai-nilai dan norma social yang berlaku sehingga mampu membedakan mana yang pantas dan mana yang tidak dalam melakukan sesuatu.
2.Lebih mengenal kepribadian masing-masing orang sekaligus menyadari bahwa manusia memiliki keunikan yang masing-masing perlu dihargai.
3.Mampu menyesuaikan diri dalam berinteraksi dengan banyak orang sehingga mampu meningkatka rasa percaya diri
4.Mampu membentuk kepribadian yang baik yang bisa diterima di berbagai lapisan masyarakat sehingga bisa tumbuh dan berkembang menjadi sosok individu yang pantas diteladani.
  2.6.3. Pengaruh Negatif Pergaulan
1.Hilangnya semangat belajar dan cenderung malas dan menyukai hal-hal yang melanggar norma social
2.Suramnya masa depan akibat terjerumus dalam dunia kelam, misalnya: kecanduan narkoba, terlibat dalam tindak criminal dan sebagainya
3.Dijauhi masyarakat sekitar karena perilaku tidak sesuai dengan nilai/norma social yang berlaku
4.Tumbuh menjadi sosok individu dengan kepribadian yang menyimpang.













BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam uraian diatas, dapat ditarik kesimoulan bahwa keluarga merupakan satuan sosial yang paling dasar dan terkecil dalam masyarakat. Orang tua dalam mendidik anak-anaknya tentunya harus dapat memberikan contoh, teladan serta prhatian yang lebih dan baik kepada anak-anaknya. Pendidikan sosial berbasis islam perlu diajarkan kepada anak agar mereka dapat mengerti dan memahami tentang akhlak dan keimanan.
Teman merupakan unsur yang sudah meluas dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Dalam pola pergaulan dengan teman tentunya harus tetap diberikan pengawasan agar anak-anak yang mengalami pergaulan tidak salah jalan. Pola pergaulan yang baik juga harus tetap diajarkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai orang tua, harusnya dapat mendidik anak-anaknya agar mendapatkan teman yang baik dan sesuai dalam hidupnya, karena teman sering sekali membawa pengaruh yang mungkin menyimpang dari kebiasaan anak-anaknya.
Dalam hal kepribadian teman dan keluarga harus saling menyambung agar dapat menghasilkan kepribadian baru anak yang lebih baik dan seiring dengan berkembangnya zaman, keimanan dan ketaqwaan anak harus tetap dibangun kuat agar tidak mudah mempengaruhi prinsip dan kepribadian anak.
3.2 Saran
3.2.1 saran untuk orangtua
Sebaiknya sebagai orangtua yang baik haruslah tetap mendidik dan mengarahkan anak-anaknya ke dalam jalan dan tujuan yang benar. Orangtua harus selalu memberikan perhatian yang lebih terhadap anaknya terutama dalam hal yang menyangkut tentang pergaulan anak. Pergaulan anak perlu diamati agar anak tidak berjalan pada arah yang salah.       
3.2.2 saran untuk siswa
Dan sebagai teman pergaulan harusnya dapat memberikan pengaruh positif kepada temannya agar tidak merusak kepribadian dari teman. Dalam aspek-aspek kepribadian memang sangat diperlukan dukungan antara keluarga dan teman agar tidak menghasilkan pola kepribadian yang baik dan benar.




Daftar Pustaka
Kartini, Dr Kartono. 1990. “Psikolog Anak (psikolog pengembangan). Bandung : Bandar Maju.
F.J, Prof. Dr. Monks. 1992. “Psikolog Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya”. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Zakiyah, Dr. Drajat. 1975. “Kesehatan Mental”. Jakarta : Gunung Agung.
Taufiq, Drs. Rahman Dhohiri. 2002. “Sosiologi”. Jakarta : Yudistira.
Benjamin, Dr. Maftuh. 1996. “Sosiologi 1”. Bandung : Ganeca.























Daftar Rujukan




















Hasil Angket
Pengaruh Lingkungan Keluarga dan Pergaulan Terhadap Keprbadian Siswa-Siswi SMP Negeri 20 Malang”









0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates