PENGARUH
LINGKUNGAN KELUARGA DAN PERGAULAN
TERHADAP KEPRIBADIAN
SISWA-SISWI SMP
NEGERI 20 MALANG
Disusun
untuk Melengkapi Tugas Bahasa Indonesia sebagai Syarat Mengikuti Ujian Nasional
(UN)
Disusun
Oleh : Siswa 9G
1. Amalia
Salsabila (06)
2. Ilham
Sangatri (10)
3. Farid
Harnanto (20)
4. Edo
Prastian Deva (27)
5. Augista
Putri Leony (30)
6. Adinda
Yunita Putri (31)
Pemerintah Kota Malang
Dinas Pendidikan
SMP NEGERI 20
JL.R.T. Suryo no 38, telp
(0341)491806 MALANG
Email :
smpn20_malang@yahoo.com
LEMBAR
PENGESAHAN
Karya tulis yang
berjudul “Pengaruh Lingkungan Keluarga
dan Pergaulan Terhadap Kepribadian Siswa-Siswi SMP Negeri 20 Malang” ini
telah disetujui pada
tanggal
5 Januari Tahun 2015
Disetujui Oleh :
Kepala
SMP Negeri 20 Malang
Guru Pembimbing
Dra. Tutut Sri Wahyuni,M.M.Pd Wahyuningdyah,S.Pd
NIP.
196410051989032009
NIP. 196007171981112003
KATA
PENGANTAR
Dengan
mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah swt Penulis dapat
menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Pengaruh Lingkungan dan Pergaulan terhadap
Kepribadian Siswa-Siswi SMP Negeri 20 Malang”
Adapun maksud dari
penyusunan karya tulis ini adalah untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian
Nasioanl Bahasa Indonesia.
Dalam
menulis karya tulis ini, Penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, melalui pengantar ini Penulis mengucapkan terima kasih
atas segala bantuan yang telah diberikan oleh:
1. Ibu
Tutut Sri Wahyuni selaku ibu kepala SMP Negeri 20 Malang yang telah mendukung dan
mengizinkan dalam pembuatan karya tulis ini.
2. Ibu Wahyuningdyah selaku guru pembimbing dan
wali kelas yang telah memberikan bimbingan sehingga Penulis dapat menyelesaikan
tepat pada waktunya.
3. Teman-teman
khususnya kelas 9G yang telah memberikan semangat dan dukungan sehingga Penulis
dapat memperoleh inspirasi, pengetahuan, dan motivasi dalam penyelesaian karya
tulis ini.
4. Orang
tua yang telah memberikan semangat, pengertian, dorongan, moril, maupun
material kepada Penulis .
5. Pihak-pihak
yang tidak sempat Penulis sebutkan, yang
telah membantu dalam segala hal sehingga terselesaikan karya tulis ini.
Karena terbatasnya pengetahuan dan
kemampuan yang Penulis miliki, maka Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan
karya tulis ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat kesalahan, baik
dalam kata, penulisan, maupun isi serta pembahasan. Untuk itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan demi perbaikan penyusunan karya
tulis berikutnya yang lain.
Akhir kata, Penulis berharap semoga
karya tulis ini bermanfaat bagi Penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.
Malang, Desember 2014
Penulis
ABSTRAKSI
Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul
serta tinggal dalam suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. Perhatian dalam keluarga merupakan peningkatan dari keaktifan
dari seluruh jiwa dan raga yang ditujukan kepada anak dan yang dilakukaan oleh
kedua orang tua, sedangkan teman adalah seseorang yang dapat memahami perasaan
tanpa di ucapkan, seseorang yang dekat denganmu, seseorang yang dapat mengerti
keadaanmu, dan seseorang yang membuatmu merasa bahagia dan nyaman. Pergaulaan
antar teman sebaya yang biasa kita jumpai merupakan suatu tempat untuk
memperoleh informasi yang mungkin tidak pernah kita dapatkan bersama keluarga,
pergaulan dapat diartikan pula sebagai tempat berlabuh kita yang kedua setelah
keluarga di rumah.
DAFTAR
ISI
1. Sampul
(cover)
..............................................................................................
2. Halaman
Depan .............................................................................................
i
3.
Lembar Pengesahan
.......................................................................................ii
4. Kata
Pengantar ..............................................................................................iii
5. Abstrak
..........................................................................................................iv
6. Motto
.............................................................................................................v
7. Daftar
Isi .......................................................................................................vi
8. Bab
1 (pendahuluan) .....................................................................................1-2
9. Bab
II (Isi)
2.1 Keluarga
............................................................................................................
3-11
2.2 Teman
................................................................................................................11-12
2.3 Peran
keluarga ...................................................................................................12-16
2.4 Peran
Teman ......................................................................................................16-21
2.5 Pengaruh
Keluarga .............................................................................................21-22
2.6 Penagruh
Teman ................................................................................................22-24
10.
Bab III (Penutup) ..............................................................................................25
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
11. Daftar
Pustaka ...................................................................................................26
12. Daftar
Rujukan ..................................................................................................27
13. Lampiran
a.
Angket yang belum diisi
b. Aangket yang Sudah diisi
c. Hasil Angket
d. Foto-foto
e. Data Penulis
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang
yang berkumpul dan tinggal dalam di suatu tempat di bawah satu atap dalam
keadaan yang saling ketergantungan.
Ayah sebagai suami dari
istri serta ayah dari anak-anaknya, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik,
serta pelindung dan pemberi rasa aman. Ibu merupakan orang yang dekat batinnya
dengan anak-anaknya. Sebagai seorang ibu tentunya ibu memiliki peranan untuk
mengurus rumah tangganya, sebagai pengasuh dan pendidik dari anak-anaknya,
serta sebagai pencari nafkah tambahan setelah ayah.
Remaja merupakan
generasi penerus yang akan membangun bangsa ke arah yang lebih baik yang
memiliki pemikiran jauh kedepan dan kegiatan yang dapat menguntungkan diri
sendiri, dan lingkungan sekitarnya.
Banyak diantara kita
yang membaca di media massa tentang adanya remaja yang berprestasi, namun juga
ada remaja yang melakukan kegiatan yang merugikan dirinya sendiri, keluarga,
serta masyarakat sekitarnya.
Remaja sebagai manusia
yang sedang tumbuh dan berkembang terus melakukan interaksi sosial baik antara
remaja maupun terhadap lingkungan lainnya. Melalui proses adaptasi, remaja
mendapatkan pengakuan sebagai anggota kelompok baru yang ada dalam
lingkungannya. Dalam pergaulan remaja, kebutuhan untuk dapat diterima bagi
setiap individu merupakan suatu hal yang sangat mutlak sebagai makhluk sosial.
Pembentukan
sikap serta perilaku dari remaja banyak ditentukan oleh pengaruh lingkungan
ataupun teman sebayanya.
Oleh
karena itu, Penulis memilih judul “Pengaruh
Lingkungan Keluarga dan Pergaulan Terhadap Kepribadian Siswa-Siswi SMP Negeri
20 Malang”. Penulis berharap mudah-mudahan karya tulis sederhana ini dapat
membantu para orang tua di dalam tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing
anak-anaknya.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan keluarga?
2.
Apakah yang dimaksud dengan teman?
3.
Apakah peranan dari keluarga?
4.
Apakah peranan dari teman?
5.
Bagaimana pengaruh keluarga terhadap
kepribadian?
6.
Bagaimana pengaruh teman terhadap
kepribadian?
1.3
Tujuan
Secara formal penulisan karya tulis ini bertujuan
untuk melengkapi salah satu syarat mengikuti ujian nasional (UN)
Secara non formal penulisan karya tulis ini
digunakan untuk mengetahui pola kepribadian siswa-siswi SMP Negeri 20 Malang
terhadap pergaulan dan keluarganya.
1.4
Manfaat
1. Dapat
memperoleh informasi lebih dalam mengenai sebuah pergaulan
2. Dapat
menambah wawasan akan macam pergaulan
3. Menyadarkan
akan pentingnya memilah sebuah pergaulan dalam hidup
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keluarga
2.1.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang
yang berkumpul dan tinggal dalam di suatu tempat di bawah satu atap dalam
keadaan yang saling ketergantungan. Untuk memahami lebih lanjut tentang keluarga maka kita harus
memahami terlebih dahulu tentang pengertian keluarga.
Menurut pandangan sosiologis, keluarga dapat diartikan dua
macam yaitu:
1.Dalam
arti sempit
Keluarga dalam arti ini hanya terdiri atas ayah, ibu, dan
anak. Keluarga semacam ini disebut keluarga inti atau keluarga batin (nuclear
family).
2.Dalam
arti luas
Keluarga dalam arti ini meliput
semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan. Jadi, bukan hanya terdiri
atas ayah, ibu dan anak tetapi juga meliputi kakek, nenek, paman, bibi, keponakan,
dan sebagainya. Keluarga dalam arti ini bisa disebut keluarga besar atau
keluarga luas (extended family), klan ataupun marga.
Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat
dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi
satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu kebudayaan
Menurut Bossard dan Boll ada dua
jenis keluarga, dilihat dari hubungan anak, yaitu :
1.Keluarga kandung atau keluarga biologis (family of
procreation) adalah sebuah keluarga yang mempunyai hubungan darah
dengan anak. Dengan kata lain keluarga ini terdiri atas ayah, ibu, dan anak
kandung. Hubungan dalam keluarga biologis akan berlangsung terus. Hubungan
darah antara anak-ayah-ibu tak mungkin dapat dihapus.
2.Keluarga orientasi (family of orientation) adalah
keluarga yang menjadi tempat bai anak untuk memperoleh perlindungan,
pendidikan, tempat mengarahkan diri atau berorientasi. Di dalam keluarga
orientasi ini terjadi interaksi antara anggota-anggota keluarga tersebut.
Berbeda dengan keluarga biologis, maka dalam keluarga orientasi hubungan yang
terjadi dapat terputus atau berubah dari waktu ke waktu.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
keluarga merupakan satuan sosial yang paling dasar dan terkecil di dalam masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
2.1.2 Proses terbentuknya keluarga
Pada umumnya terbentuknya sebuah
keluarga dimulai dari saling kenal antara seorang pria dengan seorang wanita.
Dari perkenalan kemudian meningkatdiucapkan, perjanjian tersebut kemudian
diresmikan dalam sebuah pertunangan dan akhirnya janji-janji itu dilaksanakan
dalam sebuah perkawinan.
Apabila diurutkan tahapan-tahapannya,
maka terbentuknya sebuah keluarga akan melalui beberapa tahap sebagai berikut :
1.Tahap formatif (pre-nuptua)
Suatu masa persiapan sebelum
dilangsungkannya perkawinan yang ditandai dengan meningkatnya keintiman antara
pria dan wanita, dan disertai dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan
sosial. Tahap ini antara lain meliputi peminangan (pelamaran) dan pertunangan.
Juga merupakan tahap dua keluarga masing-masing pasangan saling mengenal. Dalam
tahap ini pihak laki-laki memberikan bingkisan kepada pihak wanita berupa
pengikat.
2.Tahap perkawinan (nuptial-stage)’
Tahap ketika dilangsungkannya
pernikahan dan sesudah tetapi sebelum dilahirkannya anak – anak. Tahap ini
merupakan awal dari sebuah keluarga yang sesungguhnya, yaitu kehidupan bersama
laki-laki dan wanita dalam suatu ikatan perkawinan, penciptaan suasana rumah,
pembangkitan pengalaman baru, penciptaan sikap baru, pendirian tempat tingggal
baru, adaptasi antar pasangan dan seterusnya.
3.Tahap pemeliharaan anak-anak (child rearing stage)
Tingkatan ini sesungguhnya dari
bangunan sebuah keluarga. Ikatan yang utama pada taham ini adalah anak-anak
yang merupakan hasil buah ikatan perkawinan, anak-anak menjadi kewajiban suami
istri, pendidikan memenuhi kebutuhan hidupnya serta memberi kasih sayang
4.Tahap keluarga dewasa (maturity stage)
Tahap ini tercapai ketika dalam suatu keluarga anak-anak
yang dilahirkan dan dipelihara telah mampu berdiri sendiri dan membentuk
keluarga baru.
2.1.3 Karakteristik Keluarga
Menurut Burgess dan Locke ada empat karakteristik keluarga
sebagai berikut :
5.Keluarga adalah susunan orang yang disatukan oleh ikatan
perkawinan darah, anak atau adopsi. Hasil dari ikatan perkawinan
adalah lahirnya anak-anak, mereka juga merupakan anggota yang mendapatkan
perlindungan, pengakuan serta prestise keluarga.
6.Anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama di bawah
satu atap yang merupakan satu susunan rumah tangga atau “household”.
7.Keluarga merupakan satuan terkecil yang terdiri atas
orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi sehingga menciptakan peranan
sosial bagi suami, istri, ayah, ibu, putra (anak laki-laki), putri (anak
perempuan), kakak laki-laki, kakak perempuan, adik laki- laki dan adik
perempuan.
8.Keluarga adalah memelihara suatu kebudayaan bersama, yang
pada dasarnya diperoleh dari masyarakat. Suatu kebudayaan akan mempunyai
kebudayaan sendiri dan dapat membedakannya dari keluarga yang lain.
Sebagai bahan perbandingan berikut dikemukakan
karekateristik keluarga yang dikemukakan
oleh Robert Mac Iver dan Charles Horton Page, sebagai berikut :
1.
Keluarga
merupakan hubungan perkawinan.
2.
Bentuk
suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan perkawinan yang sengaja
dibentuk atau dipelihara.
3.
Mempunyai
sistem tata nama (nomenclatur), termasuk perhitungan garis
keturunan.
4.
Mempunyai
fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggotanya dan berkaitan dengan kemampuan
untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
5.
Merupakan
tempat tinggal bersama, rumah atau rumah
tangga.
2.1.4 Fungsi keluarga
Keluarga merupakan fokus umum dari pola lembaga sosial.
Hampir dalam setiap masyarakat keluarga merupakan pusat kehidupan secara
individual, dimana di dalamnya terdapat hubungan yang intim dalam derajat yang
tinggi. Terlepas dari persoalan hubungan yang inti ini, keluarga mempunyai
sejumlah fungsi yang sesuai dengan harapan-harapan masyarakat.
Fungsi-fungsi dari keluarga itu adalah meliputi:
2.1.4.1
Fungsi Edukatif atau Pendidikan
Fungsi edukatif atau fungsi pendidikan keluarga merupakan
salah satu tanggung jawab yang paling penting yang dipikul oleh orang tua.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak. Yang berperan
melaksanakan pendidikan tersebut adalah ayah dan ibunya. Kehidupan keluarga
sehari-hari pada saat-saat tertentu beralih menjadi situasi pendidikan yang
dihayati oleh anak-anaknya.
2.1.4.2
Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi mempunyai kaitan yan sangat erat dengan
fungsi pendidikan, karena dalam fungsi pendidikan terkandung upaya
sosisalisasi, yang pertama di lingkungan keluarganya. Orang tua mempersiapkan
dia untuk menjadi anggota masyarakat yang baik.
2.1.4.3
Fungis Protektif atau Perlindungan
Keluarga dapat menjalankan fungsi protektif atau fungsi
memberikan perlindungan bagi seluruh anggota keluarga. Di antara alasan
seseorang melangsungkan perkawinan dan membentuk keluarga adalah untuk
mendapatkan rasa keterjaminan dan keterlindungan hidupnya, baik secara fisik
(jasmani) maupun psikologis (rohani).
2.1.4.4
Fungsi Afeksi atau Kasih Sayang
Anak, terutama pada saat masih kecil, berkomunikasi dengan
lingkungan dan orang tuanya dengan keseluruhan kepribadiannya. Pada saat anak
masih kecil ini, fungsi afeksi atau kasih sayang memegang peranan sangat
penting. Ia dapat merasakan dan menangkap suasana perasaan yang meliputi orang
tuanya apda saat anak berkomunikasi dengan mereka. Dengan kata lain, anak peka
sekali dengan iklim emosional (perasaan) aau afeksional yang meliputi
keluarganya.
Anak membutuhkan kehangatan kasih sayang dari orang tuanya,
namun tidak secara berlebihan ataupun kekurangan. Oleh karena itu, orang tua
terutama ibu, mesti melaksanakan fungsi afeksi ini dengan baik agar jiwa anak
tumbuh dengan sehat. Sebuah suasana keluarga yang hangat, romantis, dan penuh
kasih sayang akan menumbuhkan kepribadian yang baik bagi anak dan dapat menghindarkan
pengaruh psikologis yang tidak baik.
2.1.4.5
Fungsi Religius atau Agama
Keluarga mempunyai fungsi religius.
Artinya keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota
keluarga lainnya kepada kehidupan beragama. Untuk melaksanakannya orang tua
sebagai tokoh inti dalam keluarga itu serta anggota lainnya terlebih dahulu
haurs menciptakan iklim atau suasana religus dalam keluarga itu.
Pembinaan rasa keagamaan anak lebih
awal akan lebih baik. Di lingkugan keluargalah pertama-tama anak mesti
dibiasakan dalam kehidupan beragama tersebut. Anak akan mempunyai keyakinan
agama dan landasan hidup yang kuat jika keluarga mampu melaksanakan fungsi
religius ini dengan baik.
Misalnya seorang istri akan merasa
hidupnya terjamin dan terlindungi serta tentram di samping suaminya. Dalam
keluarga anak-anak pun terasa terlindungi oleh kasih sayang kedua orang tuanya.
Pendidikan yang diterima anak pada dasarnya juga bersifat melindungi, yaitu
melindungi anak dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik dan dari hidup yang
tersesat. Sosialisasi yang diterima anak di lingkungan keluarga juga memberikan
rasa aman untuk mampu bergaul dalam lingkungan sosial masyarakatnya. Jadi
fungsi perlindungan dari keluarga terhadap anak meliputi perlindungan lahir dan
batin.
2.1.4.6
Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi keluarga sangat
penting bagi kehidupan keluarga, karena merupakan pendukung utama bagi
kebutuhan dan kelangsungan keluarga. Fungsi ekonomi keluarga meliputi pencarian
nafkah, perencanaannya serta penggunaannya. Pelaksanaan fungsi ekonomi keluarga
oleh dan untuk semua anggota keluarga mempunyai kemungkinan menambah saling
pengertian, solidaritas, dan tanggung jawab bersama dalam keluarga itu.
Pemenuhan fungsi keluarga ini mesti dilakukan secara wajar, artinya tidak kekurangan
atau berlebihan karena dapat membawa pengaruh negatif bagi anggota keluarga itu
sendiri.
Dalam lingkungan keluarga anak-anak
dididik mulai dari belajar, berjalan, sikapnya, perilaku keagamaannya, dan
pengetahuan serta kemampuan lainnya. Memang karena sekarang berbagai kemampuan
yang harus dikuasai anak begitu kompleksnya, maka tidak semua hal dapat
diajarkan atau dididik dari orang tua, sehingga anak-anak meski dikirim ke
sekolah. Namun demikian pendidikan di keluarga tetap merupakan dasar atau
landasan utama bagi anak (khususnya dalam pembinaan kepribadian) untuk
mengembangkan pendidikan selanjutnya.
Di lingkungan keluarganya anak
dilatih untuk hidup bermasyarakat dibina dan dikenalkan dengan nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku di masyarakatnya, sehingga pada masanya anak
benar-benar siap terjun di tengah-tengah masyarakat. Dengan melaksanakan fungsi
sosialisasi ini dapat dikatakan bahwa keluarga menduduki kedudukan sebagai
penghubung anak dengan kehidupan sosial di masyarakat.
2.1.4.7
Fungsi Rekreasi
Fungsi rekreasi ini ini tidak
berarti bahwa keluarga seolah-olah harus berpesta pora atau selalu berekreasi
di luar rumah. Rekreasi itu dirasakan orang apabila ia menghayati suatu suasana
yang tenang dan damai, jauh dari ketegangan batin, segar dan santai serta
kepada yang bersangkutan memberikan perasaan bebas terlepas dari kesibukan
sehari-hari.
Fungsi rekreasi sangat penting bagi
anggota keluarga, karena dapat menjamin keseimbangan kepribadian
anggota-anggota keluarga, mengurangi ketegangan perasaan, meningkatkan saling
pengertian, memperkokoh kerukunan dan solidaritas keluarga, meningkatkan rasa
kasih sayang dan sebagainya.
2.1.4.8
Fungsi Reproduksi atau Melanjutkan Keturunan
Keluarga merupakan lembaga yang salah satu fungsinya untuk
mempertahankan kelangsungan hidup manusia, melalui fungsi reproduksi. Dalam
suatu masyarakat yang beradab, keluarga merupakan satu-satunya wahana untuk
maksud ini. Berlangsungnya fungsi ini berkaitan erat dengan aktivitas seksual
antara laki-laki (suami) dan wanita (istri). Hanya melalui keluargalah
aktivitas seksual manusia yang merupakan kunci terlaksananya fungsi melanjutkan
keturunan dapat terpenuhi secara tepat, wajar dan teratur dari segi moral,
kultural, sosial, maupun kesehatan dan tentunya sah berdasarkan hukum adat,
hukum agama, dan hukum negara.
2.1.4.9
Fungsi Pengendalian Sosial
Keluarga dapat berperan sebagai agen pengendali sosial (social
control) bagi anggota-anggota, keluarga dapat melakukan upaya
preventif (pencegahan) terhadap anggotanya agar tidak melakukan perilaku
menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Keluarga juga dapat
melakukan upaya kuratif, misalnya dengan mengingatkan ataupun menghukum anggota
keluarga yang telah menyimpang dari norma
2.1.5 Pendidikan di Lingkungan
Keluarga
2.1.5.1 Pendidikan Agama
Pendidikan agama termasuk
aspek-aspek pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh para pendidik
terutama orang tua, pendidikan agama pada masa anak-anak, seharusnya dilakukan
oleh orang tua, yaitu dengan membiasakannya kepada tingkah laku dan akhlak yang
diajarkan oleh agama. Dalam menumbuhkan kebiasaan berakhlak baik seperti
kejujuran, adil dan sebagainya, orang tua harus memberikan contoh, karena si
anak dalam umur ini belum dapat mengerti, mereka dapat meniru. Apabila si anak
telah terbiasa menerima perlakuan adil dan dibiasakan pula berbuat adil, maka
kaan tertanamlah rsa keadilan itu dalam jiwanya dan menjadi salah satu unsur
kaidah sosial yang lain, sedikit demi sedikit harus masuk dan dalam pembinnaan
mental si anak.
Pendidikan agama harus diberikan
kepada si anak sejak ia kecil, sehingga nanti kalau ia sudah dewasa akan mudah
baginya untuk menerimanya karena dalam kepribadiannya yang terbentuk sejak
kecil itu terdapat unsur-unsur agama. Jika dalam kepribadiannya itu tidak ada
nilai-nilai agama, akan mudahlah orang melakukan segala sesuatu menurut
dorongan dan keinginan jiwanya tanpa mengindahkan kepentingan dan hak-hak orang
lain. Ia selalu didesak oleh keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan yang
pada dasarnya tidak mengenal batas-batas, hukum-hukum dan norma-norma. Tetapi
jika dalam kerpibadian seseorang terdapat nilai-nilai dan unsur-unsur
agama, maka segala keinginan dan kebutuhannya akan dipenuhi dengan cara yang
tidak melanggar hukum-hukum dan norma-norma sosial.
Langkah-langkah yang dapat diambil oleh orang tua atau
pendidik dalam pendidikan agama, M. Jameel Zaeno menyatakan yaitu :
1.Melatih anak-anak untuk mengadakan kalimat syahadat dan
menjelaskannya.
2.Menanamkan rasa cinta dan iman kepada Allah dalam hati
mereka, karena Allah adalah pencipta, pemberi rizki dan penolong satu-satunya
tanpa ada sekutu bagi-Nya.
1.Memberi kabar gembira kepada mereka dengan janji sorga
bagi orang-orang yang mengerjakan shalat, puasa, zakat serta berbuat baik
terhadap kedua orang tua. Dan menakuti mereka dengan neraka, bagi orang-orang
yang meninggalkan shalat, mencuri, melawan orang tua, berzina dan sebagainya.
2.Mengajarkan anak-anak untuk meminta dan memohon
pertolongan hanya kepada Allah semata.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pendidikan agama bagi
anak sangat penting. Tanpa pendidikan agama yang baik, anak tidak akan mengenal
tanggung jawabnya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Mereka tidak dapat
mewujudkan makna kemanusiaan yang utama, tidak dapat berbuat adil dan mulia.
Dengan pendidikan agama diharapkan anak mempunyai kepribadian yang baik,
menjadi anak yang shalih dan shalihah serta menjadi anak yang berguna bagi
agama dan bangsa.
2.1.5.2 Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak berkaitan erat dengan pendidikan agama,
hampir sepakat para filosof pendidikan Islam bahwa pendidikan adalah akhlak
adalah jiwa pendidikan Islam, sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah
mendidik jiwa dan akhlak. Asnelly Ilyas (1995) mengatakan para ahli pendidikan
Islam sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah mencuci otak
anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka tahu, tetapi maksudnya
adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka dengan menanamkan rasa fadilah
(keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan
mereka untuk suatu kehiudpan yang suci seluruhnya, ikhlas dan jujur. Maka
tujuannya utama pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan
jiwa.
Orang tua mempunyai kewajiban untuk menanamkan keimanan kepada
anak-anaknya melalui keluarga. Ahmad Tafsir (1992) menyatakan ada beberapa
prinsip yang sebaiknya diperhatikan oleh orang tua dalam penanaman iman di hati
anak-anaknya di rumah tangga, yaitu :
a.Membina
hubungan harmonis dan akrab antara suami dan istri.
b.Membina
hubungan harmonis dan akrab antara orang tua dan anak.
c.Mendidik
(membiasakan, memberi contoh dan lain-lain) sesuai dengan tuntunan Islam.
Prof. Dr. Zakiyah Daradjat (1995) mengatakan bahwa
pendidikan akhlak dimulai sejak umur TK dan SD itu sangat penting. Begitu pula
pada anak usia SMP, perlu diajarkan akhlak, karena pada usia ini anak
berada pada masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Kegoncangan timbul,
badannya tinggi, makannya banyak, suara besar, teman pergaulannya meluas termasuk
dengan lawan jenis. Suasana seperti ini penuh dengan kegoncangan-kegoncangan.
Maka para orang tua dan pendidik harus mampu memberi ketentraman bagi anak dan
kelakuan-kelakuan menyimpang perlu ditegur dengan cara baik supaya tidak merasa
tersinggung. Contoh-contoh baik yang diberikan oleh guru kepada mereka sangat
penting.
Jadi pendidikan akhlak atau pembentukan tingkah laku yang
baik pada anak ditanamkan sejak waktu kecil. Karena itu kewajiban bagi orang
tua atau pendidik untuk menanamkan kebiasaan baik kepada anak-anaknya.
Membiasakan sesuatu yang baik dan menghindarkan diri dari sesuatu yang tercela
sehingga tercapai tujuan pokok pendidikan Islam agar manusia (anak) hidup dalam
kesucian, penuh keikhlasan dan dijauhkan dari perbuatan aniaya atau dengan satu
kata dapat disimpulkan hidup dalam fadilah.
2.1.5.3 Pendidikan
Jasmani
Pendidikan jasmani adalah salah satu aspek pendidikan yang
penting dan tidak dapat lepas dari pendidikan yang lain. Bahkan dapat dikatakan
bahwa pendidikan jasmani merupakan salah satu alat utama bagi pendidikan rohani
(pendidikan agama dan akhlak). Pendidikan jasmani disini maksudnya adalah
pendidikan erat kaitannya dengan pertumbuhan dan kesehatan jasmani anak-anak.
Pendidikan jasmani di samping bertujuan untuk membentuk kepribadian,
juga mempunyai tujuan lain, yaitu :
a.Untuk
menjaga dan memelihara kesehatan badan, seperti alat-alat pernafasan, peredaran
darah, pencernaan makanan, melatih otot dan urat-urat saraf, dan melatih
kecekatan dan ketangkasan.
b.Memupuk
perasaan sosial seperti tolong-menolong dan setia kawan, yang umumnya dapat
dicapai dengan permainan-permainan, rombongan dan bekerja kelompok.
c.Memupuk
perkembangan fungsi-fungsi jiwa seperti kecerdasan, ingatan, kemauan dan
lain-lain.
2.5.1.4 Pendidikan Sosial
Keluarga mempunyai peranan yang
fundamental dalam menumbuhkembangkan kepekaan sosial anak, perkembangan sosial
anak harus dimulai dari lingkungan keluarga. Yang dimaksud dengan pendidikan
sosial merupakan pendidikan sosial anak sejak dini agar terbiasa melakukan tata
krama sosial yang utama, yang bersumber dari aqidah islamiyah yang abadi dan
emosi keimanan yang mendalam di lingkugan keluarga yang berkelanjutan di
lingkungan masyarakat. Pendidikan sosial merupakan fenomena tingakh laku yang
dapat mendidik guna melakukan segala kewajiban sopan santun dalam berinteraksi
dengan orang lain secara baik yaitu menghormati yang lebih besar dan menyayangi
yang kecil.
Kondisi masyarakat kita bersifat
heterogen, tetapi bukan keadaan yang perlu dihindarkan. Orang tua dan pendidik
harus selalu memberikan informasi kepada anak bahwa perbuatan yang benar akan
melahirkan sikap dan yang benar dan terpuji. Bila lingkungan masyarakat
dipandangnya “berbahaya” bagi perkembangan dan kepribadian dan merusak
adat istiadat serta perilakunya dalam keluhuran kebaikan akan segera
dihindarkan atau dijauhkan dari anak. Drs. Hasan Basri (1995) sesuai dengan
ungkapan lama bahwa usaha pencegahan lebih baik daripada upaya penyembuhan,
inilah yang dituju oleh anak-anak dan generasi muda.
Pendidikan sosial penting diajarkan
atau ditanamkan kepada anak sejak dini. Diantara pendidikan sosial tersebut
adalah perasaan persaudaraan, saling mencintai, saling menghormati, bekerja
sama, saling tolong menolong serta menjauhi sifat sombong, rendah diri, kasar,
fitnah dan sifat-sifat tercela lainnya. Bila anak mendapat pendidikan yang
baik, mereka bisa memilih teman bergaul yang baik, dan dapat menjauhkan diri
dari pengaruh-pengaruh negatif.
2.2 Teman
2.2.1 Pengertian Pergaulan
Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh
individu dengan individu, dapat juga oleh individu dengan kelompok.
Seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial (zoon-politicon), yang artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan dengan manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya. Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia belum tahu apakah itu baik atau tidak.
Seperti yang dikemukakan oleh Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial (zoon-politicon), yang artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan dengan manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya. Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia belum tahu apakah itu baik atau tidak.
2.2.2 Karakteristik Pergaulan
Karakteristis
Pendidikan Pergaulan Anak
Bentuk
karakteristik mengenai proses pendidikan pergaulan anak ini dapat anda artikan
sebagai proses pemberian input yang benar bagi anak – anak. Informasi
selengkapnya mengenai karakteristis pendidikan pergaulan anak ini adalah sebagai
berikut :
1. Proses pendidikan pergaulan anak dikaitkan
dengan usaha mempengaruhi anak
Anak
– anak merupakan masa transisi dari interaksi interpersonal dalam keluarga
menuju aktivitas hubungan sosial yang
ada didalam lingkungan bermasyarakat. Dalam proses perkembangan anak ini maka
dibutuhkan peran orang tua sebagai pendamping dan pemantau sehingga orang tua
lebih bisa mempengaruhi anak untuk memilih bentuk pergaulan yang positif.
2. Pengaruh
dari orang tua dapat dipahami dan diaplikasikan anak
Karakteristik
yang pertama ini memberikan pengertian kesesuaian input dengan output. Input
dari orang tua dapat diterapkan sehingga memperoleh output berupa pergaulan
anak positif. Karakteristis pendidikan pergaulan anak kedua ini merupaka bentuk
pendidikan pergaulan anak yang benar.
2.2.3 Fungsi Teman
Teman
memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan bermasyarakat khususnya dalam
pergaulan sebaya nya. Fungsi teman diantaranya adalah :
1.
sebagai sumber informasi diluar lingkungan keluarga.
2.
Memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya.
3.
Mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, ataupun
kurang baik jika dibandingkan remaja pada umumnya.
2.3 Peran
Keluarga
2.3.1
Pengertian Peran Keluarga
Peran lingkngan
keluarga terhadap kepribadian seorang anak merupakan masalah yang sulit untuk
dipungkiri khususnya bagi kedua orangtua di lingkungan keluarga. Lingkungan
keluarga sendiri merupakan basis awal dari kehidupan bagi setiap manusia.
Lingkungan tersebut berpengaruh pula terhadap pembentukan serta perubahan
kepribadian seseorang baik faktor lingkungan pra kelahiran maupun pasca
kelahiran.
2.3.2 Pengertian Kepribadian
Banyak ahli yang mengemukakan konsep-konsep
kepribadian (personality), seorang ahli kedokteran ataupun
psikologi dari Yunani, Hipocrates lebih melihat kepribadian sebagai cairan
biokimia dalam tubuh yang memiliki pengaruh pada perilaku individu, yang
kemudian diistilahkan dengan temperamen, lalu Hipocrates membagi temperamen
menjadi 4 macam, yaitu Sanguinis, Melankolis (murung), Plegmatis ataupun
Khoierik (Surabrata 1988). Sementara itu AllPort mendefinisikan kepribadian
sebagai organisme psikofisiologis yang dapat dipergunakan untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial, organisme psikis meliputi
bakat, minat, sikap, kecerdasan, emosi kemampuan berpikir, berimajinasi dan
memori sedangkan organisme fisik berhubungan dengan aspek fisik seperti tinggi
badan, berat badan dan kurus gemuk (Hall dan Lindzay, 1978; Morgen, et al,
1986).
Kepribadian sulit untuk diukur sebab perilaku tidak selalu
mencerminkan diri individu yang sebenarnya. Jadi kepribadian didefinisikan
sebagai organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisis dalam diri individu
yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungan,
2.3.2 Aspek-Aspek Kepribadian
1. Aspek Biologis
Kenyataan yang
bersifat biologis dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang.
Seorang ahli berpendapat yaitu Kretchmer bahwa kepribadian dapat dilihat dari bentuk
tubuh. Bentuk tubuh bisa mempengaruhi aspek biologis, tidak sedikit orang yang
merasa minder karena bentuk tubuhnya yang kurang bagus yang mengakibatkan rasa
tidak percaya diri dan merasa malu apabila bertemu dengan orang lain.
Dari segi fisik (pembawaan psikologis) seseorang ada yang
tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan misalnya bentuk mata, letak hidung, dan
termasuk bentuk anggota badan, ada yang pada mulanya bentuk tubuhnya bagus
karena terserang penyakit maka menjadi kurang sempurna, dengan demikian antara
pembawaan dan pengaruh dari luar saling mempengaruhi.
2. Aspek Psikologis
Perkembangan
psikologis seseorang tidak nampak jelas seperti pada perkembangan biologis,
tetapi mengarah kepada tingkah laku setiap individu dan lainnya. Tingkah laku
yang dilakukan oleh seseorang dapat mencerminkan kepribadian yang ada pada
dirinya. Golongan dewasa muda secara fisik. mereka mempunyai kekuatan tubuh
yang prima sehingga mereka giat melakukan berbagai aktivitas itu sampai
menghabiskan waktu akibat lupa mengurus diri sendiri, hal ini ditopang kondisi
fisik yang sehat dan juga kemauan yang tinggi, hal ini dapat mencerminkan
kepribadian seseorang. (Dra. Etty Kartikawaty : 1992).
3.Aspek
Sosial
Dalam masa remaja
cakrawala interaksi sosial telah meluas dan kompleks, selain berkomunikasi
dengan keluarga juga dengan sekolah dan masyarakat umum yang terdiri atas
anak-anak maupun orang dewasa dan teman sebaya pada khususnya, bersama itu
mulai memperhatikan dan mengenai norma-norma yang berlaku serta melakukan
penyesuaian diri ke dalam sosial, tidak bisa kita pungkiri bahwa lingkungan
sosial dapat mempengaruhi kepribadian seseorang dimana kita tinggal. Setiap
individu tidak bisa sendiri tanpa pengaruh dari lingkungan sosial yang dekat
dengannya., yang berarti bahwa manusia adalah mahluk yang hidup dalam kesatuan
yaitu sosial dan individu keduanya saling berkaitan satu sama lain.
2.3.3 Pengaruh Perkembangan Kepribadian
1.Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah tempat memberikan bekal ilmu kepada para
siswa, namun selain itu juga bergungsi sebagai salah satu pembentukan
kepribadian anak, juga berfungsi sebagai ikatan kelompok anak-anak di sekolah
merasakan bahwa sekolah adalah bagian dari kehidupan, dalam kenyataan sering
kali sekolah menjadi sumber frustasi bagi sebagian anak-anak, frustasi tersebut
dapat berasal dari berbagai sumber antara lain adalah persepsi (pandangan) yang
negatif terhadap suasana di sekolah, persepsi yang negatif terhadap perilaku
guru, banyak peraturan yang menurut murid tidak perlu dan lain-lain.
2.Lingkungan
Masyarakat
Masyarakat adalah suatu subsistem di dalam kehidupan anak
yang ikut dalam pembentukan kepribadian. Suasana yang paling membingungkan pada
anak akan terjadi apabila ada konflik norma di dalam masyarakat. Faktor-faktor
lain yang membentuk kepribadian anak seperti film, bahan bacaan dan acara
televise. Apabila tidak selektif akan merusak akhlak anak, pengaruh film sadis
dan porno banyak dikutip oleh ahli sebagai penyebab kurang baiknya pertumbuhan
akhlak anak.
3.Lingungan
Keluarga
Ahli psikologi pada umumnya berpendapat bahwa dasar
pembentukan akhlak yang baik bermula dari dalam keluarga. Contoh yang paling
mudah ditiru oleh si anak adalah perilaku kedua orang tuanya. Kepribadian anak
sulit untuk berkembang dengan baik apabila sering terjadi konflik di dalam
keluarganya. Para ahli berpendapat bahwa suasana rumah yang terdapat konflik
antara suami dan istri akan menyebabkan anak mengalami ketegangan emosi yang
sering kali akan melampiaskan dalam bentuk perilaku negatif, seperti penggunaan
narkotika, perkelahian, kebut-kebutan di jalan raya dan perilaku lain. (Dr.
Djamaludin Ancok : 2001).
2.3.4 Peran Keluarga dalam Mewujudkan Kepribadian
Ayah dan ibu merupakan teladan pertama bagi pembentukan
kepribadian anak dalam lingkungan keluarga. Keyakinan dan perilaku dari kedua
orangtua dengan sendirinya juga merupakan pengaruh yang sangat dalam terhadap
pemikiran dan perilaku anak. Keluarga berperan sebagai faktor pelaksana dalam
mewujudkan nilai-nilai, keyakinan, dan presepsi budaya dalam masyarakat. Peran
keluarga dalam memujudkan kepribadian anak antara lain :
1.
Kedua orangtua harus mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Ketika anak-anak
mendapatkan cinta serta kasih sayang dari orangtuanya, maka pada saat mereka
berada diluar lngkungan rumah dan menghadapi masalah yang baru mereka akan bisa
menghadapi dan menyelesaikan dengan baik. Sebaliknya, jika kedua orangtua
terlalu ikut campur dalam urusan anak-anaknya, maka perilaku mereka sendiri
yang akan menjadi penghalang bagi kesempurnaan keribadian anaknya.
2.
Kedua orang tua harus menjaga ketenangan lingkungan rumah dan menyiapkan
ketenangan jiwa anak-anaknya. Karena hal ini menyebabkan pertumbuhan potensi
dan kreativitas akal dari anak-anaknya yang pada akhirnya keinginan dan kemauan
dari mereka menjadi kuat dan hendaknya mereka diberi hak pilih dalam setiap
keadaan.
3.
Saling menghormati dan menghargai antara kedua orang tua dan anak juga
diperlukan. Hormat disini bukanlah sikap sopan secara lahir akan tetapi selain ketegasan
kedua orang tua, mereka harus memperhatikan keinginan dan permintaan alami dan
fitri dari anak-anak. Saling menghormati artinya dengan mengurangi kritik serta
pembicaraan negatif berkaitan dengan kepribadian dan perilaku mereka serta
menciptakan iklim kasih sayang dan keakraban. Kedua orangtua juga harus
bersikap tegas agar dapat menghormati sesamanya.
4.
Mewujudkan kepercayaan, menghargai, dan memberikan kepercayaan terhadap anak
berarti memberikan penghargaan dan kelayakan terhadap mereka, karena hal ini
akan menjadikan mereka maju dan berusaha serta berani dalam bersikap.
5.
Mengadakan perkumpulan dan musyawarah antara orang tua dan anak. Dengan melihat
keingintahuan fitrah dan kebutuhan jiwa anak, mereka selalu ingin tahu tentang
dirinya sendiri. Tugas kedua orangtua yaitu memberikan informasi tentang
susunan badan dan perubahan serta pertubuhan dari anak-anaknya terhadap mereka.
Selain itu kedua orangtua juga harus mengenalkan kepada anak-anaknya mengenai
masalah keyakinan, akhlak, dan hukum-hukum fikih serta kehidupan manusia.
6.
Sumber persahabatan atau teman bermain bagi anak, sehingga anak dapat menemukan
pribadi atau jati dirinya melalui ilmu-ilmu yang telah diberikan oleh kedua
orang tuanya melalui persahabatan akrab antar keduanya.
2.4 Peran Teman
2.4.1
Pengertian Peran Teman
Teman sebaya atau peers
adalah anak-anak dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama.
Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan
sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga. Melalui kelompok
teman sebaya anak-anak menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang
kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang mereka lakukan, apakah dia
lebih baik dari pada teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang
anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam keluarga
karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan
sebaya) (Santrock, 2004 : 287). Hubungan yang baik di antara teman sebaya akan
sangat membantu perkembangan aspek sosial anak secara normal. Anak pendiam yang
ditolak oleh teman sebayanya, dan merasa kesepian berisiko menderita depresi.
Anak-anak yang agresif terhadap teman sebaya berisiko pada berkembangnya
sejumlah masalah seperti kenakalan dan drop out dari sekolah. Gladding (1995 :
113-114) mengungkapkan bahwa dalam interaksi teman sebaya memungkinkan
terjadinya proses identifikasi, kerjasama dan proses kolaborasi. Proses-proses
tersebut akan mewarnai proses pembentukan tingkah laku yang khas pada remaja.
Penelitian yang dilakukan Willard Hartup (1996, 2000, 2001; Hartup &
Abecassiss, 2002; dalam Santrock, 2004 : 352) selama tiga dekade menunjukkan
bahwa sahabat dapat menjadi sumber-sumber kognitif dan emosi sejak masa
kanak-kanak sampai dengan masa tua. Sahabat dapat memperkuat harga diri dan
perasaan bahagia. Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, Cowie and Wellace
(2000 : 8) juga menemukan bahwa dukungan teman sebaya banyak membantu atau
memberikan keuntungan kepada anak-anak yang memiliki problem sosial dan problem
keluarga, dapat membantu memperbaiki iklim sekolah, serta memberikan pelatihan
keterampilan sosial. Berndt (1999) mengakui bahwa tidak semua teman dapat
memberikan keuntungan bagi perkembangan. Perkembangan individu akan terbantu
apabila anak memiliki teman yang secara sosial terampil dan bersifat suportif.
Sedangkan teman-teman yang suka memaksakan kehendak dan banyak menimbulkan
konflik akan menghambat perkembangan (Santrock, 2004 : 352).
Konformitas terhadap
pengaruh teman sebaya dapat berdampak positif dan negatif. Beberapa tingkah
laku konformitas negatif antara lain menggunakan kata-kata jorok, mencuri,
tindakan perusakan (vandalize), serta mempermainkan orang tua dan guru. Namun
demikian, tidak semua konformitas terhadap kelompok sebaya berisi tingkah laku
negatif. Konformitas terhadap teman sebaya mengandung keinginan untuk terlibat
dalam dunia kelompok sebaya seperti berpakaian sama dengan teman, dan
menghabiskan sebagian waktunya bersama anggota kelompok. Tingkah laku
konformitas yang positif terhadap teman sebaya antara lain bersama-sama teman
sebaya mengumpulkan dana untuk kepentingan kemanusiaan (Santrock, 2004 : 415).
Teman sebaya juga memiliki peran yang sangat penting bagi pencegahan
penyalahgunaan Napsa dikalangan remaja. Hubungan yang positif antara remaja
dengan orang tua dan juga dengan teman sebayanya merupakan hal yang sangat
penting dalam mengurangi penyalahgunaan Napsa (Santrock, 2004 : 283).
Memperhatikan pentingnya
peran teman sebaya, pengembangan lingkungan teman sebaya yang positif merupakan
cara efektif yang dapat ditempuh untuk mendukung perkembangan remaja. Dalam
kaitannya dengan keuntungan remaja memiliki kelompok teman sebaya yang positif,
Laursen (2005 : 138) menyatakan bahwa kelompok teman sebaya yang positif memungkinkan
remaja merasa diterima, memungkinkan remaja melakukan katarsis, serta
memungkinkan remaja menguji nilai-nilai baru dan pandangan-pandangan baru.
Lebih lanjut Laursen menegaskan bahwa kelompok teman sebaya yang positif
memberikan kesempatan kepada remaja untuk membantu orang lain, dan mendorong
remaja untuk mengembangkan jaringan kerja untuk saling memberikan dorongan
positif. Interaksi di antara teman sebaya dapat digunakan untuk membentuk makna
dan persepsi serta solusi-solusi baru. Budaya teman sebaya yang positif
memberikan kesempatan kepada remaja untuk menguji keefektivan komunikasi,
tingkah laku, persepsi, dan nilai-nilai yang mereka miliki. Budaya teman sebaya
yang positif sangat membantu remaja untuk memahami bahwa dia tidak sendirian
dalam menghadapi berbagai tantangan. Budaya teman sebaya yang positif dapat
digunakan untuk membantu mengubah tingkah laku dan nilai-nilai remaja (Laursen,
2005 : 138). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membangun budaya teman
sebaya yang positif adalah dengan mengembangkan konseling teman sebaya dalam
komunitas remaja.
2.4.2
Kelompok Sebaya
Menurut John W Santrock kelompok sebaya ialah anak-anak atau
remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama yang
saling berinteraksi dengan kawan-kawan sebaya yang berusia sama dan memiliki
peran yang unik dalam budaya atau kebiasaannya.
Percepatan perkembangan pada masa remaja berhubungan dengan
pematangan seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam
perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa remaja biasanya seorang anak sudah
mampu menjalankan hubungan yang erat dengan teman sebayanya. Seiring dengan hal
itu juga timbul kelompok anak-anak yang bermain bersama atau membuat rencana
bersama. Sifat yang khas pada kelompok anak sebelum masa remaja adalah bahwa
kelompok tadi terdiri dari jenis kelamin yang sama. Persamaan kelamin yang sama
ini dapat membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan juga berhubungan
dengan perasaan identifikasi untuk mempersiapkan pengalaman identitasnya.
Sedangkan pada masa remaja ini, anak sudah mulai berani untuk melakukan
kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai macam kegiatan.Selama tahun
pertama masa remaja, seorang anak remaja cenderung memiliki keanggotaan yang
lebih luas. Dengan kata lain, tetangga atau teman-temannya seringkali menjadi
anggota kelompoknya. Biasanya kelompoknya lebih hiterogen daripada berkelompok
dengan teman sebayanya. Misalnya kelompok teman sebaya pada masa remaja
cenderung memiliki suatu campuran individu-individu dari berbagai kelompok.
Interaksi yang semakin intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam
kelompok dengan kohesif yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma
tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya. Karena
pada masa ini, dia lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok
daripada pola pribadinya. Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma kelompok
membuatnyua sulit untuk membentuk keyakinan diri.
2.4.3 Jenis Kelompok Sebaya
Setiap kelompok sebaya mempunyai atauran baik yang bersifat
implicit maupun eksplisit, harapan-harapan terhadap anggotanya. Ditinjau dari
sifat organisasinya kelompok sebaya dapat dibedakan menjadi:
1.Kelompok
sebaya yang bersifat informal. Kelompok sebaya ini dibentuk, diatur, dan dipimpin
oleh anak itu sendiri misalnya, kelompok permainan, gang, dan lain-lain. Di
dalam kelompok ini tidak ada bimbingan dan partisipasi orang dewasa.
2.Kelompok
sebaya yang bersifat formal. Di dalam kelompok ini ada bimbingan, partisipasi
atau pengarahan orang dewasa. Apabila bimbingan dan pengarahan diberikan secara
bijaksana maka kelompok sebaya ini dapat menjadi wahana proses sosialisasi
nilai-nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat. Yang termasuk dalam
kelompok sebaya ini misalnya, kepramukaan, klub, perkumpulan pemuda dan
organisasi lainnya.
Menurut Robbins, ada empat jenis kelompok sebaya yang
mempunyai peranan penting dalam proses sosialisasi yaitu kelompok permaianan,
gang, klub, dan klik (clique). Kelompok permainan (play group) terbentuk secara spontan dan merupakan kegiatan khas
anak-anak, namun di dalamnya tercermin pula struktur dan proses masyarakat
luas, sedang gang, bertujuan untuk melakukan kegiatan kejahatan,
kekerasan, dan perbuatan anti sosial. Klub adalah kelompok
sebaya yang bersifat formal dalam artian mempunyai organisasi sosial yang
teratur serta dalam bimbingan orang dewasa. Sementara itu klik (clique),
para anggotanya selalu merencanakan untuk mengerjakan sesuatu secara bersama
yang bersifat positif dan tidak menimbulkan konflik sosial.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kelompok sebaya sangat berperan penting dalam proses sosialisasi individu terutama kelompok sebaya remaja. Pengaruh kelompok sebaya tidak hanya berdampak negatif akan tetapi juga berdampak positif. Untuk itu pembentengan diri melalui keluarga masih sangat diperlukan bahwa ketika anak memiliki teman maka kenalilah siapa yang menjadi teman anak kita.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kelompok sebaya sangat berperan penting dalam proses sosialisasi individu terutama kelompok sebaya remaja. Pengaruh kelompok sebaya tidak hanya berdampak negatif akan tetapi juga berdampak positif. Untuk itu pembentengan diri melalui keluarga masih sangat diperlukan bahwa ketika anak memiliki teman maka kenalilah siapa yang menjadi teman anak kita.
2.4.4 Peran Teman Sebaya
Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan
diterima oleh teman sebaya. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang
apabila diterima dan sebaliknya merasa tertekan dan cemas apabila dikeluarkan
dan diremehkan oleh teman-teman sebayanya. Bagi kebanyakan remaja, pandangan
teman sebaya terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting. Teman sebaya
merupakan anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang
kurang lebih sama. interaksi diantara teman sebaya yang berusia sama sangat
berperan penting dalam perkembangan sosial. Pertemanan berdasarkan tingkat usia
dengan sendirinya akan terjadi meskipun sekolah tidak menerapkan sistem usia.
Remaja dibiarkan untuk menentukan sendiri komposisi masyarakat mereka.
Bagaimanapun, seseorang dapat belajar menjadi petarung yang baik hanya jika
diantara teman yang seusianya. Salah satu fungsi terpenting dari teman sebaya
adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja
memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari teman-teman sebayanya. Dan
remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik. Hubungan yang
baik dengan teman sebaya perlu agar perkembangan sosialnya berjalan normal.
Hubungan dengan teman sebaya dapat bersifat negatif atau positif.Piaget dan Sullivan
menekankan bahwa hubungan dengan teman sebaya memberikan konteks bagi remaja
untuk mempelajari modus hubungan timbal balik yang simetris.Hartup menyatakan
bahwa hubungan dengan teman sebaya bersifat kompleks dan dapat bervariasi
tergantung pada bagaimana pengukurannya, perumusan hasilnya, dan garis
perkembangannya.
Kebutuhan remaja terhadap hubungan dengan teman sebaya sangatlah penting untuk perkembangan sosialnya. Maka jika ada keterbatasan hubungan dengan teman sebayanya akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak tersebut, misalnya orang tua yang membatasi anaknya secara berlebihan untuk tidak berhubungan dengan teman sebayanya, hal ini akan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya, yaitu ketika si anak terjun ke dalam masyarakat. Sehingga ia sulit untuk bersosialisasi di masyarakat.
Kebutuhan remaja terhadap hubungan dengan teman sebaya sangatlah penting untuk perkembangan sosialnya. Maka jika ada keterbatasan hubungan dengan teman sebayanya akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak tersebut, misalnya orang tua yang membatasi anaknya secara berlebihan untuk tidak berhubungan dengan teman sebayanya, hal ini akan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya, yaitu ketika si anak terjun ke dalam masyarakat. Sehingga ia sulit untuk bersosialisasi di masyarakat.
Peranan kelompok sebaya dalam kehidupan remaja yaitu :
a.Kelompok sebaya mempunyai peran penting dalam penyesuaian
diri remaja, dan persiapan bagi kehidupan di masa mendatang.
b.Berperan pula terhadap pandangan dan perilakunya. Sebabnya
adalah, karena remaja pada umur ini sedang berusaha untuk bebas dari keluarga
dan tidak tergantung pada orang tua. Akan tetapi pada waktu yang sama ia takut
kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama masa kanak-kanaknya.
c.Kelompok teman sebaya berperan pada saat remaja mengahadapi
konflik antara ingin bebas dan mandiri serta ingin merasa aman, pengganti yang
hilang dan dorongan kepada rasa bebas yang dirindukannya. Pengganti tersebut
ditemukannya dalam kelompok teman, karena mereka saling dapat membantu dalam
persiapan menuju kemandirian emosional yang bebas dan dapat pula
menyelamatkannya dari pertentangan batin dan konflik sosial.
d..Berperan dalam memberikan persepsi agar ia tidak merasa
kerdil diantara orang-orang dewasa umumnya. Karena remaja merasa dirinya kerdil
bila berada dekat orang tuanya atau orang dewasa pada umumnya, karena kurang
pengalaman, lemahnya pribadi dan kurangnya umur. Hal tersebut menyebabkan
remaja menjauh dari orang tua, sebab ia tidak mau dianggap anak-anak lagi,
kendatipun ia masih suka bermain dan bersenang-senang. Akan tetapi bila ia
berada di tengah-tengah teman sebaya, ia tidak akan merasa kecil atau kerdil,
baik dari segi fisik maupun mental.
e.Remaja itu bergabung dengan kelompok teman sebaya, karena
kebutuhan akan rasa bebas dari orang dewasa dan rasa terikat antara sesama
anggota. Apabila semakin terasa keinginan untuk babas, maka semakin terikat
hatinya kepada kelompok teman sebaya yang dapat memberikan kepuasan dan
kebebasan. Hal inilah yang seringkali dirisaukan oleh orang tua, karena siskap
mereka yang semakin menjauh dan kadang benci kepadanya.
2.4.5 Fungsi Kelompok Sebaya
Di dalam kelompok sebaya anak belajar bergaul dengan
sesamanya. Mula-mula kelompok sebaya pada anak-anak itu terbentuk dengan secara
kebetulan. Dalam perkembangan selanjutnya masuknya anak ke dalam suatu kelompok
sebaya berdasarkan pilihan. Setelah anak masuk ke sekolah kelompok sebayanya
dapat berupa teman sekelasnya, klik dalam kelasnya, dan kelompok
permainannya. Dalam kelompok sebaya itu anak belajar memberi dan menerima
dalam pergaulannya dengan sesama temannya. Partisipasi di dalam kelompok sebayanya
memberikan kesempatan yang besar bagi anak mengalami proses belajar sosial
(sosial learning). Bergaul dengan teman sebaya merupakan persiapan penting
dalam kehidupan seseorang setelah dewasa. Selain itu, di dalam kelompok
sebaya anak mempelajari kebudayaan masyarakat. Bahwa melalui kelompok sebaya
itu anak belajar bagaimana menjadi manusia yang baik sesuai dengan gambaran dan
cita-cita masyarakatnya, tentang kejujuran, keadilan, kerja sama, dan tanggung
jawab. Sehingga kelompok sebaya menjadi wadah dalam mengajarkan mobilitas
sosial. Melalui pergaulan di dalam lingkungan kelompok sebaya itu anak-anak
yang berasal dari kelas sosial bawah menangkap nilai-nilai, ide-ide, cita-cita,
dan pola tingkah laku anak dari golongan menengah ke atas demikian juga sebaliknya. Kelompok
sebaya juga masing-masing individu mempelajari peranan sosial yang baru. Anak
yang biasa dididik dengan pola dengan otoriter dapat mengenal kehidupan
demokratis dalam kelompok sebaya. Di dalam kelompok sebaya mungkin anak
berperan sebagai sahabat, musuh, pemimpin, pencetus ide, dan sebagainya.
Sehingga di dalam kelompok sebaya anak mempunyai kesempatan melakukan
bermacam-macam kelompok sosial.
2.5 Pengaruh Keluarga
2.5.1 Pengaruh Keluarga
Terhadap Kepribadian Anak
Menurut
Papalia dan Old (1987), masa anak-anak dibagi menjadi lima tahap yaitu :
1. Masa
Prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir.
2. Masa Bayi
dan Tatih, yaitu saat usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di
atas usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan
sampai tiga tahun merupakan masa tatih. Saat tatih inilah, anak-anak menuju
pada penguasaan bahasa dan motorik serta kemandirian.
3. Masa
kanak-kanak pertama, yaitu rentang usia 3-6 tahun, masa ini dikenal juga
dengan masa prasekolah.
4. Masa
kanak-kanak kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal pula sebagai masa sekolah.
Anak-anak telah mampu menerima pendidikan formal dan menyerap berbagai hal yang
ada di lingkungannya.
5. Masa
remaja, yaitu rentang usia 12-18 tahun. Saat anak mencari identitas dirinya dan
banyak menghabiskan waktunya dengan teman sebayanya serta berupaya lepas dari
kungkungan orang tua.
2.5.2 Pengaruh Positif Keluarga
1.
Memberikan pengalaman kepada anak-anaknya.
2. Memberikan
kasih sayang.
3.
Menyediakan tempat untuk menumpu kehidupan dimasa yang akan datang.
4.
Memberikan tempat tujuan utama dalam menjalani kehidupan yang berdinamika.
5. Mendidik anak-anaknya untuk terus berkembang
dengan baik dengan ilmu.
2.5.3 Pengaruh Negatif Keluarga
1. Dapat membuat anak-anaknya menjadi bosan
jika terlalu lama dikekang.
2. Dapat membuat anak-anak hidup dalam
ketergantungan kepada orang tua.
3. Dapat memberikan trauma yang berlebihan
kepada anak akibat kerasnya perilaku.
2.6. Pengaruh Teman Terhadap Kepribadian
2.6.1 Pengaruh Hubungan dengan Kelompok Sebaya Terhadap Kepribadian
Anak
Menurutgerungan (1986), kenakalan remaja muncul akibat terjadinya
interaksi sosial antara individu (remaja) dengan teman sebayanya. Peran
interaksi dengan teman sebaya tersebut dapat berupa imitasi, identifikasi,
sugesti dan simpati. Remaja dapat meniru (imitasi) kenakalan yang dilakukan
teman sebayanya, sementara itu sugesti bahwa kebut-kebutan dan penggunaan
narkotika adalah remaja ideal, dapat mengakibatkan remaja yang mulanya baik
menjadi nakal. Kuatnya pegaruh teman-teman sebaya yang mengarahkan remaja
menjadi nakal atau tidak juga ditentukan bagaimana persepsi remaja terhadap
teman sebayanya. persepsi memegang peran penting bagi tinggi atau rendahnya
kenakalan remja, yang dalam tahapan selanjutnya dapat menjadi aksi nyata berupa
perilaku nakal yang merugikan ligkungan dan dapat dikenai sangsi pidana. Dengan
kata lain, jika remaja melihat bahwa teman sebayanya adalah media yang tepat
untuk menyalurkan keinginan negative atau tujuan negative lainnya, maka tinggi
pulalah kecenderungan remaja untuk berperilaku nakal. Penelitian seperti itu
tentu saja penelitian negative remaja terhadap teman sebayanya.
Persepsi merupakan proses pemahaman terhadap suatu objek yang merangsang panca indra dan memungkinkan individu (remaja) untuk membuat kontruksi dan prediksi tentang keseluruhan dari stimulus tersebut. Kemudian dari persepsi tersebut, individu dapat menilai kejadian yang ada diluarnya.
Persepsi merupakan proses pemahaman terhadap suatu objek yang merangsang panca indra dan memungkinkan individu (remaja) untuk membuat kontruksi dan prediksi tentang keseluruhan dari stimulus tersebut. Kemudian dari persepsi tersebut, individu dapat menilai kejadian yang ada diluarnya.
Remaja yang berpersepsi positif terhadap
teman sebayanya, memandang bahwa teman sebaya sebagai tempat memperoleh
informasi yang tidak didapatkan di dalam keluarga, tempat menambah kemampuan
dan menjadi tempat kedua setelah keluarga untuk mengarahkan dirinya (menuju
kepada perilaku yang baik) serta memberikan masukan (koreksi) terhadap
kekurangan yang dimilikinya, yang tentu saja akan membawa dampak baik bagi
remaja yang bersangkutan (santrock, 1997). Sebaliknya, remaja yang berpersepsi
negative terhadap teman-teman sebayanya, maka remaja melihat bahwa kelompok
teman sebaya adalah sebagai kompensasi penebusan atas kekurangan yang
dimilikinya atau sebagai ajang balas dendam terhadap lingkungan yang menolak
atau memenuhi dirinya. Remaja yang merasa frustasi (karena ketidakmampuannya
menghadapi kekurangan dan penolakan dari lingkungan/merasa dikucilkan) secara
spontan saling bersimpati dan tarik-menarik, kemudian menggerombol untuk
mendapatkan dukungan moral, dan memuaskan segenap kebutuhannya.Kecenderungan remaja akan rendah ketika remaja mampu
berpersepsi bahwa teman sebaya adalah tempat untuk belajar bebas dari
orang-orang dewasa (mandiri), belajar kepada kelompok, belajar menyesuaikan
diri dengan standar kelompok, belajar bermain dan olahraga, belajar berbagi
rasa, belajar bersikap sportif, belajar menerima dan melakanakan tanggung
jawab, belajar bersaing dengan orang lain, belajar perilaku sosial yang baik,
dan belajar bekerja sama.
Pengaruh teman sebaya terhadap remaja itu ternyata berkaitan
dengan iklim keluarga itu sendiri . Remaja yang memiliki hubungan yang baik
dengan orang tuanya(iklim keluarga sehat) cenderung dapat menghindarkan diri
dari pengaruh negatif teman sebayanya, dibandingkan dengan remaja yang hubungan
dengan orang tuanya kurang baik.
2.6.2. Pengaruh Positif
Pergaulan
1.Lebih mengenal nilai-nilai dan norma social yang berlaku
sehingga mampu membedakan mana yang pantas dan mana yang tidak dalam melakukan
sesuatu.
2.Lebih mengenal kepribadian masing-masing orang sekaligus
menyadari bahwa manusia memiliki keunikan yang masing-masing perlu dihargai.
3.Mampu menyesuaikan diri dalam berinteraksi dengan banyak
orang sehingga mampu meningkatka rasa percaya diri
4.Mampu membentuk kepribadian yang baik yang bisa diterima di
berbagai lapisan masyarakat sehingga bisa tumbuh dan berkembang menjadi sosok
individu yang pantas diteladani.
2.6.3. Pengaruh Negatif Pergaulan
1.Hilangnya semangat belajar dan cenderung malas dan menyukai
hal-hal yang melanggar norma social
2.Suramnya masa depan akibat terjerumus dalam dunia kelam,
misalnya: kecanduan narkoba, terlibat dalam tindak criminal dan sebagainya
3.Dijauhi masyarakat sekitar karena perilaku tidak sesuai
dengan nilai/norma social yang berlaku
4.Tumbuh menjadi sosok individu dengan kepribadian yang
menyimpang.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam
uraian diatas, dapat ditarik kesimoulan bahwa keluarga merupakan satuan sosial
yang paling dasar dan terkecil dalam masyarakat. Orang tua dalam mendidik
anak-anaknya tentunya harus dapat memberikan contoh, teladan serta prhatian
yang lebih dan baik kepada anak-anaknya. Pendidikan sosial berbasis islam perlu
diajarkan kepada anak agar mereka dapat mengerti dan memahami tentang akhlak
dan keimanan.
Teman
merupakan unsur yang sudah meluas dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Dalam
pola pergaulan dengan teman tentunya harus tetap diberikan pengawasan agar
anak-anak yang mengalami pergaulan tidak salah jalan. Pola pergaulan yang baik
juga harus tetap diajarkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai orang tua,
harusnya dapat mendidik anak-anaknya agar mendapatkan teman yang baik dan
sesuai dalam hidupnya, karena teman sering sekali membawa pengaruh yang mungkin
menyimpang dari kebiasaan anak-anaknya.
Dalam
hal kepribadian teman dan keluarga harus saling menyambung agar dapat
menghasilkan kepribadian baru anak yang lebih baik dan seiring dengan
berkembangnya zaman, keimanan dan ketaqwaan anak harus tetap dibangun kuat agar
tidak mudah mempengaruhi prinsip dan kepribadian anak.
3.2 Saran
3.2.1
saran untuk orangtua
Sebaiknya
sebagai orangtua yang baik haruslah tetap mendidik dan mengarahkan anak-anaknya
ke dalam jalan dan tujuan yang benar. Orangtua harus selalu memberikan
perhatian yang lebih terhadap anaknya terutama dalam hal yang menyangkut
tentang pergaulan anak. Pergaulan anak perlu diamati agar anak tidak berjalan
pada arah yang salah.
3.2.2
saran untuk siswa
Dan
sebagai teman pergaulan harusnya dapat memberikan pengaruh positif kepada
temannya agar tidak merusak kepribadian dari teman. Dalam aspek-aspek
kepribadian memang sangat diperlukan dukungan antara keluarga dan teman agar
tidak menghasilkan pola kepribadian yang baik dan benar.
Daftar
Pustaka
Kartini, Dr Kartono. 1990. “Psikolog Anak (psikolog pengembangan). Bandung : Bandar Maju.
F.J, Prof. Dr. Monks. 1992. “Psikolog Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya”. Yogyakarta
: Gajah Mada University Press.
Zakiyah, Dr. Drajat. 1975. “Kesehatan Mental”. Jakarta : Gunung Agung.
Taufiq, Drs. Rahman Dhohiri. 2002. “Sosiologi”. Jakarta : Yudistira.
Benjamin, Dr. Maftuh. 1996. “Sosiologi 1”. Bandung : Ganeca.
Daftar Rujukan
Hasil
Angket
“Pengaruh Lingkungan Keluarga dan Pergaulan Terhadap Keprbadian
Siswa-Siswi SMP Negeri 20 Malang”
0 komentar:
Posting Komentar