LEPASNYA PULAU SIPADAN DAN LINGITAN
Sengketa Sipadan dan Lingit adalah persengketaan antara Indonsia
dengan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang berada di selat
Makasar yaitu pulau Sipadan.
Kasus Sipadan Ligitan merupakan kasus yang sangat terkenal bagi
rakyat Indonesia. Kasus ini merupakan kasus panjang yang akhirnya
membuat Indonesia kehilangan dua pulau yaitu Sipadan dan Ligitan. Kasus
ini yang membuat kemudian muncul kasus baru seperti kasus ambalat. Kasus
ini
memang sangat sensitif mengingat kasus ini menyangkut wilayah
kedaulatan yang sangat kaya akan sumber daya alam dan memiliki daya
tarik di bidang pariwisata.
Pulau Sipadan dan Lingitan merupakan pulau kecil yang luasnya 23
hektar. Pulau ligitan terdiri dari semak belukar dan pohon. Sementara
itu Sipidan merupakan pucuk gunung merapi dibawah permukaan laut dengan
ketinggian sekitar 700meter. Sampaai 1980-an dua pulai ini tidak
berpenghuni.
Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun
1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara,
masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan
ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan
dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi
ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor
parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia
memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai
persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam
status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh
ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini
selesai. karena kita taat pada hukum internasional yang melarang
mengunjungi daerah status quo, ketika anggota kita pulang dari sana
membawa laporan, malah dimarahi. Sedangkan Malaysia malah membangun
resort di sana SIPADAN dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, awal bulan
lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi
itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2
itu, kini, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah
jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah. Dari jumlahnya, fasilitas
pariwisata itu memang belum bisa disebut memadai. Tapi pemerintah
Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim
protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan di sana disetop dahulu.
Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus
siapa pemiliknya.Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya
Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara
atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT
pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan
membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang
terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia
menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk
klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta
sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei
Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada
tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob)
melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak
Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.
Bagi indonesia dan malaysia,dua pulai ini punya arti penting,yakni
batas tegas antar dua negar. Sengketa pemilik Sipadan dan Ligitan
sebenrnya sudah terjadi sejak masa kolonial antara pemerintah Hindia
Belanda dan Inggris. Pulau Sipadan pernah dimasukkan alam Peraturan
tentang Perlindungan Penyu(Turtle Preservation Ordinance) oleh
pemerintah Inggris pada tahun 1917. Keputusan ini tentang pemerintah
Hindia Belanda yang merasa memiliki pulau tersebut.
Sengketa kepemilikan pulau itu tak kunjung reda,meski gejolak bia
teredam. Sengketa Sipadan dan Lingitan kembali muncul ke permukaan pada
1969. Sayang, tidak ada penyelesaian tuntas sehingga kasus ini kembali
mengembang.
Sikap indonesia semula ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi
ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini melalui
jalur hukum Mahkamah Internasional (MI)
Pemerintah Indonesia-Malaysia akhirnya sepakat membawa kasus ini ke
Mahkamah Internasional (MI) pada tahun 1997. Dalam putusan Mahkamah
Internasional tang jatuh pada tanggal 17 Desember 2002, Indonesia
dinyatakan kalah. Untuk menghadapi sengketa ini Indonesia sampai menyewa
lima penasihat hukum asing dan tiga peneliti asing untuk membuktikan
kepemilikannya.
Sayang segala upaya itu mentah di depan 17 hakim Mahkamah
Internasional (MI). Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1
orng yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan
hakim tetap dari Mahkamah Internasional (MI).
Kemenangan Malaysia, kata menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda
berdasarkan keputusan atau pertimbangan efektivitas (effectivitee),yaitu
pemerintah Inggris (penajajah Malaysia) telah melakukan tindakan
administratif secara nyata berupa penerbitan peraturan perlindungan
satwa burung,pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun
1930,dan operasi mercu suar sejak 1960-an . pemerintah Indonesia
menyatakan rasa kecewa yang mendalam bahwa upaya yang dilakukan oleh
empat pemerintah Indonesia seja tahun 1997.
Namun, kita berkewajiban untuk menghormati Persetujuan khusus untuk
bersama-sama mengajukan engketa kedua pulau ni ke Mahkamah Internasional
(MI) pada tanggal 31 Mei 1997.
Lepasnya Pulau Sipadan dan Lingitan ini sebenarnya peringatan penting
bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan pulau-pulau kecil yang
berserakan.
Indonesia memiliki 17.506 pulau. Sebagian pulau sudah berpenghuni dan
bernama. “tapi masih banyak yang kosong dan belum dinamai”. Yang paling
dikhawatirkan tentu saja pulau-pulau yang berbatasan dengan negara
lain.
Masih banyak lagi masalah yang telah dihadapi Malaysia dan Indonesia.
Mulai dari Reok Ponoroggo, Tari Bali, Angklung-Jawa Barat, dan lagu
Rasa Sayange. Tidak lupa pula pulau-pulau yang telah diambil oleh bangsa
Malaysia.
Kita sebagai warga negara yang baik pasti akan marah apabila
kebudayaan kita yang bagus telah dirampas oleh bangsa lain sperti
Malaysia. Kita tidak ingin kebudayaan kita terus dirampas oleh orang
yang tidak bertanggung jawab. Kita harus partisipasi dalam
mempertahankan wilayah maupun kebudayaan Indonesia agar tidak dirampas
lagi oleh orang-orang yang buruk.
Pemerintah pun harus tegas dalam menangani masalah yang serius ini
pemerintah harus bertindak cepat untuk membawa masalah ini menjadi reda.
Jangan takut dengan masalah yang apabila kita merasa benar.
SUMBER:http://hidayatpratama.blogspot.com/2012/05/uraian-singkat-kasus-sengketa-indonesia.html
0 komentar:
Posting Komentar